REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pakar bisnis Prof Rhenald Kasali mengingatkan banyak pengusaha terllibat dalam perang "bakar uang" tanpa memahami bahwa DNA lawan yang dihadapi berbeda. Menurut dia, pengusaha lama yang terganggu ikut-ikutan "bakar uang" untuk mengimbangi persaingan.
"Motifnya untuk mempertahankan pelanggan. Padahal business model dan value creation yang terjadi dalam bisnis model lama dengan start up itu sangat berbeda,” ujarnya di sela-sela konferensi internasional di Bali (3/7).
Guru besar UI dan Chairman PT Telkom ini menjelaskan, DNA keduanya sangat bertolak belakang dan masing-masing mempunyai struktur, proses bisnis, dan manajemen yang berbeda. Pada akhirnya kelincahan gerak dan struktur biayanya membedakan mereka di pasar.
Ia menyebut, basis manajemen pemain-pemain lama adalah heavy assets, sangat tangible, controlling, supply-side, skala ekonomis, dan sangat mengandalkan branding. "Ini berbeda dengan basis manajemen start up yang light assets, intangibles, orkestrasi ekosistem, data, dan mengandalkan review dan rating," ujar dia.
Maka itu, lanjutnya, pemain baru memilih akan mobilisasi daripada marketing dan orkestrasi daripada manajemen. Karena itulah, ia mengingatkan, sebagian proses bakar uang sudah memasuki tahap stabil dan tak perlu perang-perangan.
Itu tampak dalam bisnis transportasi. Namun, pertempuran besar masih bakal terjadi di sektor retail dan e-commerce dan yang berpotensi ricuh ada di sektor keuangan, kesehatan, dan pendidikan.
Ia juga mengingatkan, keluhan chairman Lippo terkait strategi bakar uang yang harus dihentikan grup ini dengan menjual sebagian besar sahamnya di OVO sebagai sebuah fenomena baru. “Saya menyebutnya sebagai pertarungan antara old power versus new power," kata Renald.
Rhenald mengatakan, "bakar uang" itu adalah tradisi new power yang sudah dilakukan sejak awal revolusi industri oleh setiap pendatang baru atau pendobrak pasar. Namun, hari ini mereka datang dengan strategi longtail.
"Ekornya yang terlihat dulu tapi panjang sekali, sedangkan sosok hewannya baru kelihatan 10-20 tahun ke depan. Sedangkan, old power maunya selalu melihat hewannya dulu, baru ekor pendeknya di belakang," ujar Rhenald.
Masalahnya pembakar uang pada era start up itu sangat light asetnya dan bukan dibiayai oleh utang bank. Jadi, kelak di dunia start up akan tampak perbedaan antara EBITDA dengan EAT (pendapatan bersih) yang tidak selisih jauh. “Depresiasi dan interest charges-nya mendekati zero,” ujarnya.
Sebaliknya bagi old power, terkondisi dengan heavy assets dan hutang bank berakibat laporan keuangan sangat cepat terbebani depresiasi dan biaya bunga. "Ini saja sudah membuat old power nervous dengan strategi bakar uang.”
Maka supaya berhasil dalam memasuki era baru, Rhenald menyarakan agar pengusaha paham betul karakter manajemen dunia baru, ubah mindset, dan lakukan transformasi mendasar. "Jangan ikut-ikutan melakukan digitalisasi atau melakukan akuisisi start-up sembarangan kalau struktur DNA-nya masih old power,” katanya.