REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- House of Representative Amerika Serikat (AS) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Uighur. RUU itu menyatakan AS dapat memberikan kewenangan kepada Gedung Putih untuk menjatuhkan sanksi bagi China terkait dugaan tindak kekerasan kepada etnis Uighur di Xinjiang.
RUU tersebut dapat memberikan kewenangan kepada Presiden Donald Trump untuk menyerukan penutupan kamp penahanan di wilayah barat laut Xinjiang. RUU tersebut lolos dengan dukungan 407 suara berbanding satu suara.
Draf hukum itu merupakan versi yang lebih kuat dari RUU yang juga diajukan oleh Senat pada September lalu. Kedua RUU itu harus disesuaikan menjadi satu draf hukum yang akan diserahkan kepada Presiden Trump untuk disahkan menjadi undang-undang.
Ketua House of Representative Nancy Pelosi menyebut perlakuan China terhadap etnis Uighur telah memicu kemarahan dunia. Dia menegaskan bahwa AS akan terus mengawasinya.
"Perlakuan China kepada kaum Uighur menimbulkan kemarahan terhadap hati nurani dunia. Amerika akan terus mengawasinya," ujar Pelosi.
Anggota House of Representative dari Partai Republik Chris Smith menyebut tindakan China terhadap etnis Uighur di Xinjiang merupakan yang terbesar sejak tragedi Holocaust. Menurutnya, Pemerintah China harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Xinjiang.
"Kita tidak bisa diam. Kita harus menuntut diakhirinya praktik biadab ini," ujar Smith.
Apabila disahkan, RUU ini akan mendesak Trump untuk menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China yang terlibat dengan kebijakan diskriminasi terhadap etnis Uighur, termasuk Pemimpin Partai Komunis China di Xinjiang, Chen Quangou.
Seorang pakar China di Pusat Kajian Strategis dan Internasional Washington, Chris Johnson, mengatakan pengesahan RUU ini dapat menyebabkan hubungan perdagangan antara China dan AS semakin memburuk. Menurut Johnson, pengesahan RUU Uighur akan membuat hubungan kedua negara memanas.
"Saya tidak yakin apakah isu Xinjiang lebih sensitif ketimbang Hong Kong. Namun saya pikir ada faktor yang menumpuk di sini yang menjadi perhatian China," kata Johnson dilansir Aljazira.
Pengesahan RUU Uighur ini membuat China marah. Kementerian Luar Negeri China menyebut RUU itu sebagai serangan jahat terhadap China. Pemerintah China mendesak agar AS dapat menarik RUU tersebut.
"Kami mendesak AS untuk segera menarik RUU mengenai Xinjiang dan berhenti menggunakan alasan Xinjiang sebagai cara untuk mencampuri urusan dalam negeri Cina," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying.
China secara konsisten membantah telah melakukan penganiayaan terhadap etnis Uighur. Mereka mengklaim kamp-kamp yang ada di Xinjiang digunakan untuk pelatihan kejuruan. Sejumlah analis mengatakan reaksi China terhadap RUU Uighur akan lebih ekstrem. Salah satunya yakni memberlakukan larangan visa bagi pejabat AS.