REPUBLIKA.CO.ID,KUPANG -- Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, meminta para pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk melakukan pencegahan dini menyebarnya virus African Swine Fever (ASF) yang bisa terjangkit pada hewan babi. Pencegahan dini ini harus dilakukan mengingat Timor Leste, negara tetangga yang bersebelahan langsung dengan NTT, sudah dinyatakan positif ada babi yang terserang virus ini.
"NTT ini high risk, perbatasan ini sangat rawan. Bisa masuk dari pintu mana saja," kata Diarmita saat membuka Bimbingan Teknis Penanggulangan Penyakit Hewan Eksotik ASF di Kupang, NTT, Rabu (4/12).
Diarmita meminta para pemangku kepentingan terkait, seperti Dinas Peternakan NTT maupun Balai Karantina untuk benar-benar mengawasi pintu-pintu perbatasan NTT dan Timor Leste.
"Saya sudah sampaikan ke Pak Kadis Peternakan tolong diidentifikasikan titik-titik sentra babi di NTT," kata Diarmita.
Selain itu, Diarmita meminta kepada para pemangku kepentingan di NTT, untuk memperhatikan sebaran babinya bagaimana. Jika ada babi yang mengelompok, maka penanganannya harus cepat.
"Karena kelompok itu akan habis. Penyait ini tak ada vaksin dan tak ada dobatnya. Jadi ini menunggu mati dan cepat sekali penularannya," kata Diarmita.
Menurut Diarmita, jika sudah ditemukan gejala-gejala klinis terkait virus ASF itu, maka pencegahan harus dilakukan. Di antaranya yaitu mencegah para peternak menjual babi secepatnya.
Jika babi yang terpapar virus ASF itu sudah dijual, maka penyakit itu akan menular ke tempat lain. Kemudian, harus dilakukan langkah isolasi dan segera dilakukan langkah pemotongan.
"Jangan sampai menunggu babinya mengalami pendarahan hebat atau mengalami bentol-bentol yang banyak di tubuhnya," kata Diarmita.
Adapun ciri-ciri babi yang terpapar virus ASF itu adalah, nafsu makan yang menurun yang berarti imunitasnya juga turun sehingga virusnya naik. "Nah, jika sudah ada ciri seperti itu, maka dilakukan langkah slaughter," kata Diarmita.
Kemudian, setelah langkah slaughter itu dilakukan, maka babi yang sudah mati tersebut sebaiknya ditanam ke dalam atau. Atau, bisa juga dilakukan pembakaran yang menurutnya lebih baik.
Karena, jika babi-babi itu dibuang ke sungai, jalanan, atau tempat lainnya, maka ini akan sangat mengganggu lingkungan. Kejadian ini pernah terjadi di Sumatra Utara beberapa waktu lalu. "Ditanam itu paling safety menurut saya," kata Diarta.
Dan, Diarta kembali mengingatkan soal pentingnya peranan petugas karantina di perbatasan Timor Leste. Terutama, di wilayah Belu dan Malaka. Petugas ini harus mencegah masuknya virus ASF sampai ke Kupang.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan NTT Danny Suhadi mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya pencegahan masuknya virus ASF ke NTT. "Kami telah membentuk tiga tim yang terdiri dari Dinas Peternakan, Balai Besar Veteriner Denpasar, dan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian RI untuk dapat terjun langsung ke wilayah perbatasan," kata Danny.
Menurut dia, tim yang beranggotakan 18 orang ini, terbagi dalam tiga regu. Setiap regu, menurut Danny, beranggotakan enam orang. Tim reaksi cepat bertugas melaksanakan upaya preventif, baik langsung ke masyarakat peternak maupun ke stakeholder di wilayah perbatasan.
Tindakan preventif ini antara lain melalui sosialisasi terhadap masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dengan sasaran masyarakat peternak. Danny mengatakan, Pemerintah NTT juga memanfaatkan media massa, seperti radio, surat kabar, televisi dan online serta media sosial termasuk pamflet, spanduk dan banner sebagai wadah penyuluhan penanggulangan virus ASF.