Rabu 04 Dec 2019 18:51 WIB

Kemenag Riau Sosialisasi Kerugian Menikah Dini

Menikah dini memiliki kerugian ekonomi serta kesehatan.

Kemenag Riau Sosialisasi Kerugian Menikah Dini. Foto ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kemenag Riau Sosialisasi Kerugian Menikah Dini. Foto ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kanwil Kemenag Riau bekerja sama dengan BKKBN setempat gencar menyosialisasikan kerugian ekonomi serta kesehatan bagi pasangan yang menikah di usia dini.

"Untuk menekan jumlah perkawinan usia dini itu, maka melalui forum kelompok diskusi diiikuti 30 peserta dari lintas sektor ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan komitmen pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenag Riau Mahyudin, Rabu (4/12).

Baca Juga

Ia menjelaskan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak itu berkaitan dengan pengesahan regulasi baru tentang perkawinan Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974. Substansi dari perubahan regulasi UU Nomor 16 Tahun 2019 terkait dengan batas minimum usia menikah yang diperbolehkan untuk laki laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Ia menyebutkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di mana sebelumnya minimal menikah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Ia menjelaskan tentang pentingnya tidak buru-buru menikah di usia 16 tahun yang setara lulusan SMP. Anak melanjutkan paling tidak sampai lulus SMA atau sederajat karena menjadi salah satu faktor keberhasilan peningkatan mutu sumber daya manusia.

"Perkawinan di bawah 18 tahun sebenarnya bakal mengalami keriskanan secara fisik dan psikologis yang sangat tinggi," katanya.

Mahyudin memandang dampak pernikahan dini di sektor kesehatan. Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun memiliki risiko tinggi terhadap berbagai penyakit dan kematian saat melakukan fungsi reproduksi.

Bahkan, kata dia, ditengarai salah satu risiko kekerdilan karena faktor pernikahan di bawah usia 18 tahun. Oleh karena itu, menurut dia, tidak bisa hanya mengandalkan perubahan undang-undang tetapi fungsi edukasi semua pihak menjadi penting.

Masyarakat, katanya, harus memahami pernikahan dini hanya akan memupus semua impian para remaja, terutama yang dikorbankan adalah perempuan. "Para orang tua harus sadar pendidikan itu sangat penting. Kalau masalahnya adalah karena keadaan ekonomi yang tidak mencukupi atau tidak adanya dana untuk pendidikan, ada banyak solusi yang bisa dilakukan," katanya.

Berdasarkan data Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi Riau, jumlah penduduk Provinsi Riau hingga semester II 2018 mencapai 6,74 juta jiwa, di antaranya 21.600 remaja (1,18 persen) melakukan pernikahan dini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement