Rabu 04 Dec 2019 20:36 WIB

Layanan Deteksi Dini HIV yang Ramah di Kantong

Layanan VCT atau deteksi dini HIV kini sudah bisa dilakukan di Puskesmas

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas kesehatan mengambil darah untuk tes HIV (ilustrasi). Layanan VCT atau deteksi dini HIV kini sudah bisa dilakukan di Puskesmas
Petugas kesehatan mengambil darah untuk tes HIV (ilustrasi). Layanan VCT atau deteksi dini HIV kini sudah bisa dilakukan di Puskesmas

Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/ AIDS telah telah tersebar di 433 dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia.

Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Data Kementerian Kesehatan tahun 2017 mencatat dari 48.300 kasus HIV positif yang ditemukan, tercatat sebanyak 9.280 kasus AIDS (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Deteksi dini merupakan tingkat ketiga dari lima tingkat pencegahan penyakit (Leavell & Clark, 1953). Deteksi dini adalah usaha untuk mengidentifikasi penyakit yang secara klinis belum dapat didiagnosis dengan pemeriksaan tertentu.

Usaha ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit sedini mungkin sehingga diharapkan penyakit yang diderita masih dapat disembuhkan atau dapat segera mendapatkan pengobatan sehingga mengurangi angka kesakitan dan kematian.

Deteksi dini HIV dapat dilakukan melalui layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing). Deteksi dini HIV sangat diperlukan supaya orang yang terinfeksi HIV bisa dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pengobatan yang tepat. Penanganan dari segi medis dan psikososial untuk para penderita HIV/AIDS bisa didapatkan melalui upaya deteksi dini untuk mengetahui status HIV seseorang.

Tes HIV atau juga sering disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing) adalah tes yang dilakukan untuk mengetahui status HIV dan dilakukan secara sukarela serta melalui proses konseling terlebih dahulu. Tes ini dilakukan secara sukarela, artinya keinginan untuk melakukan tes HIV harus datang dari kesadaran diri sendiri bukan karena paksaan dari orang lain.

VCT ini merupakan salah satu strategi efektif untuk melakukan pencegahan sekaligus awal untuk mendapatkan layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Untuk melakukan VCT, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh seseorang (klien VCT), yaitu konseling dan tes HIV. Konseling ini dilakukan sebelum dan sesudah tes HIV. Konseling pra tes ini dilakukan untuk membuat pasien mampu memutuskan apakah dirinya perlu memeriksakan status HIV-nya atau tidak.

Langkah selanjutnya adalah melakukan tes HIV. Setelah melakukan tes HIV, klien akan mendapatkan hasil tes HIV kemudian akan dilakukan konseling pasca tes HIV. Konseling pasca tes diharapkan dapat membantu pasien untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing.

Selama ini, orang-orang hanya mengetahui jika tes HIV hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit. Namun ternyata, tes HIV juga bisa dilakukan di puskesmas.

Seorang klien VCT dapat mendaftarkan dirinya terlebih dahulu ke bagian administrasi. Bagi klien yang terdaftar dalam BPJS, layanan ini dapat dimanfaatkan secara gratis.

Untuk klien umum, biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan layanan ini sebesar Rp 5.000. Layanan ini terbilang sangat ramah di kantong jika dibandingkan dengan tes HIV di rumah sakit yang bisa mencapai jutaan rupiah.

VCT ini direkomendasikan untuk kelompok berisiko tinggi HIV, seperti pekerja seks, pengguna NAPZA suntik (penasun), kaum laki-laki seks dengan laki-laki, dan waria. Ibu hamil di wilayah epidemi HIV juga disarankan untuk melakukan VCT agar mengetahui status HIV dan mendapatkan penanganan HIV untuk dirinya dan bayinya.

VCT juga disarankan untuk dilakukan oleh pasien tuberculosis untuk memastikan apakah tuberculosis yang diderita merupakan manifestasi dari AIDS atau bukan.

Layanan VCT ini sangat bermanfaat untuk klien VCT dan juga pemerintah. Bagi pasien, layanan VCT merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV yang komprehensif secara gratis, seperti konseling, obat untuk infeksi oportunistik, ARV, dukungan dari segi psikososial, serta pengetahuan berupa cara-cara untuk menjalani dan mempertahankan hidup sehat serta menghindari faktor risiko untuk mencegah penyebaran infeksi HIV kepada orang lain.

Bagi pemerintah, layanan VCT ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk mencapai tujuan penanggulangan AIDS dunia yang dicanangkan UNAIDS untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS dengan 3 Zero: Zero Infeksi Baru, Zero Kematian Terkait AIDS, serta Zero Stigma dan Diskriminasi.

Visi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia yaitu berakhirnya epidemi HIV sebagai ancaman kesehatan masyarakat tahun 2030 (Komisi Penanggulangan HIV dan AIDS Nasional, 2015). Dengan menggunakan layanan VCT, diharapkan dapat menekan angka infeksi HIV/AIDS dan dapat menekan angka kematian dan kesakitan akibat HIV/AIDS.

Visi berakhirnya epidemi HIV sebagai ancaman kesehatan masyarakat juga bisa dicapai jika semua pihak mau bekerja sama untuk menggencarkan dan mengoptimalkan layanan VCT yang bisa diakses secara gratis di puskesmas.

Pengirim: Salma Dhiya Rachmadani/Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement