REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alissa Wahid, putri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengingatkan pentingnya perspektif korban dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). "Iya, jadi kacamata korban sangat kuat. Tadi disampaikan temen-temen perwakilan masyarakat sipil," kata Alissa, usai FGD RUU KKR, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (4/12).
Alissa yang diundang sebagai perwakilan masyarakat sipil itu mengatakan kepentingan korban harus menjadi salah satu prioritas perhatian dari pemerintah. "Harus diingat, ini ujungnya adalah rekonsiliasi, tidak soal menang-menangan gitu. Tapi kita mau 'move on', cari jalan keluar," kata pemilik nama lengkap Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid itu.
Dalam FGD itu, ia menyampaikan masukan mengenai pentingnya pemerintah menentukan prinsip yang dipakai dalam menyelesaikan permasalahan hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Menurut dia, pembahasan soal RUU KKR lebih dari sekadar mekanisme meskipun mekanisme penting sebagai jalur yang harus dilalui, yakni pemerintah ke DPR, dan sebagainya.
"Itu penting. Tetapi, sebelum itu yang lebih penting prinsipnya apa yang dipakai Indonesia, dalam hal ini pemerintah dalam menyelesaikan HAM di masa lalu," katanya.
Alissa mencontohkan dugaan kasus pelanggaran HAM di Papua yang sampai sekarang masih ditunggu penyelesaiannya, dan kasus-kasus lainnya. "Misal, kasus-kasus HAM di Papua yang kita masih tunggu penyelesaiannya sehingga sampai sekarang masih ganjel karena banyak yang belum terungkap," ujarnya.
Kemudian, terkait penyelesaian di luar jalur pengadilan, Alissa mengatakan pentingnya keseimbangan dalam penyelesaian persoalan itu, seraya mengutip pesan Gus Dur bahwa 'perdamaian tanpa keadilan itu ilusi'. "Ini kita bicarakan terus menerus karena kalo KKR ini kepentingannya rekonsiliasi. Jadi, sampai sejauh mana 'balance'-nya itu masih terus dibahas. Misal, bukti tak ada lalu bagaimana?" katanya.
Kendati demikian, Alissa mengapresiasi karena dalam FGD awal itu Menko Polhukam Mahfud MD sudah meminta kepada semua perwakilan yang diundang untuk berbicara apa adanya. "Pak Mahfud sejak awal sudah meminta untuk bicara tanpa beban, dibuka betul supaya kita dapatkan gambaran yang real. Kalau macet karena apa? Menariknya, tadi blak-blakan," katanya.
Selain Alissa, dalam FGD itu hadir berbagai unsur, antara lain Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi, peneliti LIPI Siti Zuhro, dan Stafsus Presiden RI Dini S Purwono.