Rabu 04 Dec 2019 22:10 WIB

ICC Didesak Selidiki Dugaan Kejahatan Perang di Afganistan

Desakan terhadap ICC dilakukan oleh Fergal Gaynor, pengacara 82 korban.

Lokasi ledakan di Kabul, Afghanistan
Foto: AP Photo/Rahmat Gul
Lokasi ledakan di Kabul, Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Mahkamah Pidana Internasional (ICC) didesak menyelidiki dugaan kejahatan perang di Afghanistan, Rabu (4/12). Hal itu mencakup keterlibatan pasukan Amerika Serikat (AS).

Desakan terhadap ICC dilakukan oleh Fergal Gaynor. Dia adalah seorang pengacara yang mewakili 82 korban kejahatan dalam konflik di Afghanistan.

Gaynor mengungkapkan, ke-82 korban yang diwakilinya menginginkan adanya penyelidikan komprehensif. Menurut dia, persidangan banding terkait masalah ini yang berlangsung di Den Haag, Belanda, merupakan hari bersejarah untuk pertanggungjawaban di Afghanistan.

Katherine Gallagher, perwakilan resmi korban lainnya mengatakan sejauh ini tak ada pejabat tinggi AS yang dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran aturan perang di Afghanistan atau di fasilitas "hitam" CIA.

"Pembukaan penyelidikan dalam program penyiksaan AS akan membuat jelas bahwa tidak ada yang berada di atas hukum," ujar Gallagher kepada majelis hakim banding di Den Haag.

Pada April lalu jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda meminta hakim ICC untuk mengizinkannya menyelidiki dugaan kejahatan perang antara tahun 2003 dan 2004 di Afghanistan. Di dalamnya termasuk yang dilakukan pasukan AS.

Namun hakim-hakim ICC menolak permohonannya. Mereka berpendapat penuntutan yang sukses tidak mungkin dilakukan. Jaksa kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Masalah itu akan dibahas di hadapan majelis hakim banding dalam persidangan selama tiga hari di di Den Haag.

AS melakukan intervensi militer ke Afghanistan pada 2001, tepatnya setelah serangan terhadap gedung WTC pada 11 September. Washington menggulingkan pemerintahan pimpinan Taliban.

Setelah itu, Afghanistan terjerumus dalam konflik. Menurut PBB lebih dari 32 ribu warga sipil felah tewas dalam konflik tersebut.  ICC memiliki yurisdiksi atas kejahatan perang, genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan jika dilakukan oleh individu dari negara pihak atau terjadi di wilayah salah satu anggotanya. Afghanistan merupakan negara pihak ICC, sementara AS tidak.

ICC hanya  memainkan perannya jika negara yang bersangkutan tidak mampu atau tidak mau memeriksa kesalahan oleh militer serta para pemimpinnya. ICC kerap berjuang melaksanakan fungsinya karena kerap menghadapi penentangan dari AS, Rusia, dan Cina.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement