Kamis 05 Dec 2019 07:29 WIB

Menkeu: Pola Ketidakpastian Global tidak Dapat Diprediksi

Menkeu mengatakan kita dihadapkan kepada situasi berharap, kecewa, berharap, kecewa

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah)
Foto: Antara/Ganang
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan saat ini ketidakpastian global terjadi dengan pola dan frekuensi yang berbeda. Ketidakpastian itu terjadi sangat cepat berubah sehingga tidak dapat diprediksikan waktu berakhirnya.

“Berbeda kali ini polanya, pattern-nya, dan frekuensinya sama sekali tidak pasti. Hari ini yang kita percaya bisa begini dan proyeksinya seperti ini ternyata berubah,” katanya di Jakarta, Kamis (4/12).

Sri Mulyani menjelaskan gejolak yang disebabkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China membuat sebuah ketidakpastian ekonomi global yang biasanya bisa diestimasi oleh para pakar dan pembuat kebijakan, namun sekarang tidak. Tak hanya itu, kondisi politik yang tidak pasti karena Brexit Inggris juga telah menyebabkan kondisi ekonomi dunia semakin tertekan.

“Kita berharap akan ada deal antara AS dan China namun tiba-tiba ada perkembangan di Hong Kong katanya agreement sama China nanti saja seusai Pemilu 2020. Kita dihadapkan kepada situasi berharap, kecewa, berharap, kecewa,” katanya.

Ia mengatakan ketidakpastian dengan pola seperti ini menyebabkan turunnya kepercayaan diri dunia usaha sehingga semakin berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia.

“Kalau dunia usaha ketidakpastian itu sudah biasa mereka menghadapi, bukan sesuatu yang baru. Namun yang berbeda kali ini adalah semuanya serba tidak pasti,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan laju perekonomian dunia pada 2019 hanya tumbuh sebesar 3 persen atau turun dari tahun sebelumnya yaitu 3,6 persen.

Menurut Sri Mulyani, jika ekonomi global tahun ini turun dari 3,6 persen pada 2018 menjadi 3 persen maka resesi akan semakin dekat sebab 0,6 persen sama dengan size ekonomi Afrika Selatan.

“Kalau ekonomi dunia sudah 3 persen itu sudah dekat dengan resesi. Biasanya negara berkembang tumbuh lebih tinggi, sekarang sudah all across the board berarti semua negara melemah,” katanya.

Ia pun menegaskan pemerintah Indonesia terus meningkatkan kewaspadaan terkait hal tersebut dengan mendorong kebijakan fiskal melalui penggunaan APBN yang efektif dan efisien.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement