REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak ditemukan kasus hepatitis A pada tanggal 12 November 2019 sesuai laporan dari petugas Puskesmas Rangkapan Jaya, Depok, jumlah kasus yang dilaporkan terus menurun. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) namun masih melakukan pemantauan (surveilans) kasus Hepatitis A.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono mengungkap kasus terakhir ditemukan pada tanggal 28 November 2019 sebanyak dua kasus. "Total kasus sampai dengan tanggal 3 Desember 2019 sebanyak 262 kasus gejala klinis Hepatitis A," ujarnya saat temu media mengenai follow up kasus Hepatitis A Depok, di Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Rabu (4/12).
Sehubungan dengan peningkatan kasus Hepatitis A tersebut, dia menambahkan, Pemerintah Kota Depok telah merespons cepat dengan melakukan penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A.
Kemudian, dia melanjutkan, Tim Gerak Cepat (TGC) dari Kementerian Kesehatan RI, Dinkes Provinsi Jawa Barat dan Dinkes Kota Depok, masih terus melakukan penyelidikan epidemiologi (PE). Tujuannya untuk mengurangi jumlah penderita dan mencegah kematian serta mendapatkan informasi cepat, tepat dan akurat terkait kasus-kasus baru.
Ia menambahkan, hasil PE yang dilakukan oleh tim gerak cepat (TGC) 3 Desember 2019 telah diketahui jumlah kasus, Kasus Index (Case Index) dan kasus terakhir yang ditemukan. Kasus Hepatitis A yang ditemukan berjumlah 262 kasus, berasal dari SMPN 20 Depok, masyarakat sekitar sekolah tersebut dan santri Pesantren Petik yang lokasinya dekat SMPN 20 Depok.
“Setelah PE tidak dilaporkan adanya kematian, tapi ini adalah sinyal bahwa kita harus mampu melakukan berbagai hal untuk antasipasi serta melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian terkait faktor risiko penularan,” ujarnya.
Ia menambahkan, masa inkubasi penyakit ini selama 50 hari. Artinya, dia melanjutkan, jika kasus pertama terjadi pada 12 November 2019 bulan lalu maka penularan hepatitis A masih bisa terjadi hingga Januaru 2020 mendatang.
Ia menambahkan, sumber penularan bisa terjadi dari mana saja mengingat banyaknya faktor risiko penularan di sekitar SMPN 20 Depok. Faktor risiko penularan tersebut antara lain perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) belum diterapkan secara optimal di lingkungan sekolah, sarana untuk PHBS di sekolah belum memenuhi syarat kesehatan, belum ada pembinaan kepada pedagang jajanan di sekitar sekolah dan pemeriksaan berkala, banyaknya penjaja makanan di sekitar sekolah yang tidak terkontrol oleh pihak sekolah, dan pengetahuan yang kurang terkait hepatitis A.
"TGC telah melakukan pendampingan investigasi dan upaya pengendalian KLB Hepatitis A, pengambilan sampel serum darah pada siswa dan guru, rectal swab kepada pedagang makanan di sekitar sekolah, dan pemeriksaan sumber air," katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, jajarannya juga telah dilakukan penyuluhan di SMPN 20 Depok, di Pesantren Petik, kepada kader dan kelompok masyarakat lainnya.