REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in mengatakan proses perdamaian dengan Korea Utara (Korut) telah mencapai tahap yang sangat penting dan menghadapi persimpangan kritis. Terkait hal itu, dia meminta China melanjutkan dukungannya bagi proses denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Hal tersebut disampaikan Moon saat bertemu Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Seoul pada Kamis (5/12). Moon berpendapat peran positif Beijing diperlukan untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian di Semenanjung Korea.
"Dialog yang dekat dan kerja sama antara kedua negara akan berfungsi sebagai kekuatan untuk menstabilkan keamanan di Asia Timur Laut serta mengatasi situasi ekonomi global yang tidak pasti bersama," ujar Moon dikutip laman kantor berita Korsel, Yonhap.
Wang melakukan kunjungan pertamanya ke Korsel dalam empat tahun. Kunjungan itu dipandang sebagai upaya Beijing memperbaiki hubungan dengan Seoul. Relasi kedua negara sempat memanas setelah Korsel memutuskan menyebarkan sistem anti-rudal Amerika Serikat (AS) di negaranya. China melihat hal itu sebagai ancaman keamanan terhadapnya.
Saat ini perundingan denuklirisasi antara Korut dan AS sedang terhenti. Kedua negara masih belum dapat menyepakati tuntutan masing-masing perihal penerapan sanksi.
Korut, yang telah menutup beberapa situs uji coba rudal dan nuklirnya, meminta AS mencabut sebagian sanksi ekonominya. Namun AS tetap berkukuh tak akan mencabut sanksi apa pun kecuali Korut telah melakukan denuklirisasi menyeluruh dan terverifikasi.
Pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un telah memberi tenggat waktu hingga akhir tahun bagi AS untuk menunjukkan fleksibilitas dalam posisinya bernegosiasi. Washington belum menunjukkan respons apa pun terkait peringatan yang dilayangkan Pyongyang.