Kamis 05 Dec 2019 17:47 WIB

Holding Perkebunan Nusantara Mulai Fokus Tekan Utang

Total utang dari 14 anggota holding Perkebunan Nusantara mencapai Rp 36 triliun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memetik pucuk daun teh di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI, Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Senin (14/1/2019).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pekerja memetik pucuk daun teh di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI, Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Senin (14/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Holding Perkebunan Nusantaran mulai memfokuskan langkah perusahaan untuk menekan laju utang. Saat ini, akumulasi total utang dari 14 anggota perusahaan holding Perkebunan Nusantara tercatat mencapai Rp 36 triliun.

Pelaksana Tugas Direktur Utama PTPN III Holding, Abdul Ghani mengakui, banyak masalah yang dialami holding selama ini, khususnya terkait penumpukan utang di tengah kinerja perusahana yang kurang optimal. Di satu sisi, harga minyak sawit yang menjadi bisnis utama PTPN juga tengah mengalami penurunan akibat tekanan global.

Baca Juga

Sejauh ini, Abdul menuturkan bahwa total utang holding Perkebunan Nusantara mencapai Rp 36 triliun. Namun, tidak seluruhnya memiliki jatuh tempo dalam waktu yang dekat. Ia mengatakan, harus diakui bahwa jumlah utang tersebut sangat besar.

"Kami akan kurangi utang dengan cara optimalisasi aset. Aset-aset perkebunan yang berada di perkotaan dan tidak produktif, tidak boleh lagi menjadi kebun," kata Ghani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (5/12).

Sebagai contoh, PTPN II memiliki lahan tak produktif seluas 8.000 hektare. Agar lahan itu menghasilkan profit bagi perusahaan, pihaknya mengerjasamakan penggunaan lahan itu dengan perusahaan pelat merah lain dan swasta.

Dari hasil kerja sama itu, PTPN holding memperoleh pendapatan hingga lebih dari Rp 25 trliun. "Utang ada. Masalah memang banyak, Tapi, aset kami juga banyak. Saya optimis akan sehat," kata Abdul menambahkan.

Lebih lanjut, Abdul menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan lahan-lahan perkebunan yang tak lagi terpakai bisa dikonversikan menjadi lahan nonperkebunan. Ia menyebut, ada peluang bagi PTPN holding untuk merambah sektor real estate maupun properti yang bisa dikerjasamakan.

Selain itu, Abdul juga mengungkapkan bahwa aset berupa lahan bisa dijadikan kawasan industri yang bernilai tambah. "Tentu kalau itu bisa, uangnya berlipat. Bisa dikerjasamakan, dioptimalisasi, atau bisa dijual. Sekali lagi, total lahan yang kami miliki ada 1,18 juta hektare," ujarnya.

Adanya holding Perkebunan Nusantara yang menyatukan 14 perusahaan diakuinya sangat memudahkan antar perusahaan untuk berkonsolidasi. Perusahaan yang memiliki performa buruk dapat dibantu oleh perusahaan yang memiliki performa baik. Karena itu, antar perusahaan bisa saling mendukung untuk memperkuat masing-masing lini bisnis.

Dengan upaya restrukturisasi aset untuk bisa mendapatkan dana demi menekan utang, diharapkan holding ke depan bisa lebih fokus untuk meningkatkan produktivitas hasil kebun. Khususnya, komoditas kelapa sawit yang merupakan andalan pemerintah sebagai komoditas ekspor.

Tak tanggung-tanggung, pihaknya menargetkan produktivitas kelapa sawit bisa tembus 24 ton per hektare dalam empat tahun ke depan dari posisi saat ini sekitar 19 ton per hektare.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement