Kamis 05 Dec 2019 17:48 WIB

Larang Konsumsi Daging Anjing, Ganjar: Tidak Harus Perda

Tujuan larangan daging anjing agar penyakit rabies bisa dicegah.

Rep: Binti Sholikhah/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan, permintaan penerbitan Peraturan Daerah (Perda) terkait larangan konsumsi daging anjing muncul setelah menerima protes dari aktivis perlindungan hewan Dog Meat Free Indonesia (DMFI) pada Selasa (3/12). Sehingga, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berpikir lebih serius terkait hal tersebut.

"Tidak harus Perda sebenarnya. Tapi progres menuju minimal pengurangan, syukur-syukur penghapusan. Tujuannya baik agar bahaya penyakit rabies ini bisa dicegah," kata Ganjar kepada wartawan di sela-sela menghadiri Bursa Kerja Inklusi di Graha Wisata Solo, Kamis (5/12).

Baca Juga

Ganjar mengaku menerima banyak pro dan kontra ketika menyampaikan hal itu ke publik. Namun, dalam undang-undang tentang pangan, disebutkan daging anjing bukan untuk dikonsumsi. "Menurut saya kita kurangi lah. Jangan yang itu," ujarnya.

Ganjar juga menanggapi positif usulan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo yang memikirkan seluruh rantai pekerjaan dalam peredaran daging anjing. Dia memaklumi wali kota butuh waktu untuk menyampaikan hal itu karena yang terlibat dalam rantai perdagangan dagig anjing butuh kerja.

"Idenya sangat manusiawi dari Pak Rudy, oke kita akan kerjakan tapi kita akan berikan kepada mereka lapangan kerja yang bisa mereka penuhi. Saya sebenarnya kalau memang dia ahlinya masak anjingnya ganti kambing saja atau ganti ayam atau ganti yang lain sehingga bisa tetep mereka bekerja di dunia itu," terang Ganjar.

Secara terpisah, akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Deniawan Tommy Chandra Wijaya, mengatakan, pemerintah harus mampu menunjukkan alasan kuat kenapa perdagangan olahan daging anjing harus ditutup. Pemerintah daerah maupun pusat dalam membuat aturan hukum harus merujuk pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber hukum di Indonesia. Menurutnya, mengonsumsi, menjual atau menyembelih anjing bukan perbuatan melawan hukum.

"Selama itu tidak melawan hukum formal saya rasa tidak ada alasan untuk membuat Perda. Kedua, pemerintah harus mampu memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika itu diperintahkan untuk ditutup lantas apa solusi pemerintah bagi penjual, itu kan mata pencaharian," jelas Deniawan saat dihubungi Republika.

Kecuali, lanjutnya, ada alasan kuat seperti wabah rabies dan merebaknya daging anjing curian sehingga ada perbuatan melawan hukum dan dampak kesehatan. Sehingga yang perlu ditertibkan adalah anjing rabies dan anjing curian, bukan pedagangnya. Sebab, penjualnya tidak melanggar hukum apapum.

Namun, selama tidak memenuhi alasan kuat tersebut, Deniawan menilai pemerintah bersikap kurang adil jika hanya mengatasnamakan komunitas penyayang binatang. Sebab, dikhawarirkan nanti muncul komunitas penyayang sapi, ayam, kelinci dan sebagainya.

"Sebetulnya pemerintah lebih baik mengurusi yang sifatnya urgen misalnya mengawasi peredaran daging sapi yang berbahaya dikonsumsi atau mengawasi peredaran ayam tiren yang dikonsumsi mayoritas penduduk daripada mengurusi yang dikonsumsi minoritas," imbuh Deni.

Dia menyatakan, jumlah anjing yang disembelih per hari juga sangat kecil jika dibandingkan tingkat konsumsi ayam, sapi atau hewan lain yang dikonsumsi umum.

Karenanya, dia menilai seharusnya pengawasan lebih ditingkatkan. Misalnya untuk mencegah tindakan mencuri anjing peliharaan, pemerintah bisa menyuruh untuk membuat peternakan anjing yang diawasi dinas peternakan dan dinas kesehatan.

"Menurut saya pemeirntah jangan gegabah untuk memutuskan sesuatu yang melanggar konstitusi. Kalau itu dilarang pemerintah harus punya solusi, harus membuka lapangan pekerjaan baru buat mereka. Kan melibatkan rantai pekerjaan yang banyak, mulai dari distributor, penjual, sampai kelas parkir itu pemasukan," pungkasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement