REPUBLIKA.CO.ID, SHENZEN -- Perusahaan telekomunkasi China Huawei melawan keputusan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS mengklasifikasikan Huawei sebagai ancaman keamanan nasional. Menurut Huawei, tak ada bukti yang mendukung keputusan tersebut.
Huawei telah meminta Pengadilan Banding AS membatalkan keputusan yang mengategorikannya sebagai ancaman keamanan nasional. "Pemerintah AS tidak pernah memberikan bukti nyata untuk menunjukkan bahwa Huawei adalah ancaman kemanan nasional. Hal itu karena bukti ini tidak ada," ujar kepala pejabat hukum Huawei Song Liuping saat berbicara pada sebuah konferensi pers di Shenzen, dikutip BBC, Kamis (5/12).
Ini merupakan langkah hukum kedua yang ditempuh Huawei. Pada Mei lalu, perusahaan tersebut telah menggugat keputusan yang melarang badan-badan pemerintah dan perusahaan AS membeli peralatan mereka. Alasannya karena Huawei dituding melakukan kegiatan spionase untuk pemerintah China.
Hal itu menyebabkan Huawei terguncang. Mereka tak dapat lagi menjalin kerja sama dengan Google. Padahal selama ini semua produk ponsel pintar miliknya menggunakan sistem operasi yang dikembangkan dan disediakan Google. Kendati demikian, Huawei telah sesumbar akan membangun sistem operasinya sendiri.
Meskipun menghadapi tekanan dari AS, Huawei adalah aktor utama dalam pengembangan dan penjualan teknologi jaringan seluler generasi kelima atau 5G. AS telah menekan sejumlah negara agar tak mengizinkan Huawei membangun infrastruktur 5G di wilayah mereka.
Dalam KTT NATO di London pada Rabu (4/12), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengungkapkan keputusan apakah Huawei dimungkinkan membangun jaringan 5G di negaranya akan didasarkan pada kelanjutan kerja sama dengan AS atas pembagian informasi intelijen. "Pada Huawei dan 5G, saya tidak ingin negara ini menjadi bermusuhan yang tidak perlu untuk investasi dari luar negeri," ujarnya.
Pada Juni lalu Pemerintah China memperingatkan Inggris agar tak memblokir Huawei mengembangkan infrastruktur 5G. Hal itu dinilai akan merugikan hubungan perdagangan dan investasi kedua negara.
"Ini akan mengirim pesan yang sangat buruk, tidak hanya kepada Huawei tapi juga ke bisnis China," ujar Duta Besar China untuk Inggris Liu Xiaoming saat diwawancara BBC.
Menurut Liu, pemblokiran Huawei tidak hanya akan mengarah pada dampak buruk pada perdagangan, tapi juga investasi. Pada Februari lalu Government Communications Headquarters (GCHQ) sempat memperingatkan tentang potensi ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan teknologi China.
GCHQ merupakan organisasi intelijen yang bertanggung jawab untuk memberikan sinyal intelijen serta jaminan informasi kepada pemerintah dan angkatan bersenjata Inggris.
Kepala GCHQ Jeremy Fleming mengatakan dorongan oleh perusahaan China untuk terlibat dalam komunikasi Barat merupakan tantangan teknologi yang sangat kompleks. "Kita harus memahami peluang dan ancaman dari tawaran teknologi China. Memahami sifat global rantai pasokan dan penyediaan layanan terlepas dari bendera pemasok," ujarnya dikutip laman the Independent.
Menurut dia, perlu pertimbangan yang cermat untuk melibatkan perusahaan teknologi China dalam jaringan telekomunikasi Inggris. "Ambil pandangan yang jelas tentang implikasi strategi akuisisi teknologi China di Barat dan bantu pemerintah kita memutuskan, bagian mana dari ekspansi ini yang dapat dianut, yang membutuhkan manajemen risiko, dan mana yang akan selalu membutuhkan solusi yang berdaulat atau bersekutu," ucapnya.
Fleming berpendapat ini merupakan tantangan strategis yang sangat kompleks dan akan berlangsung selama beberapa dekade mendatang. "Bagaimana kita menghadapinya akan sangat penting bagi kemakmuran dan keamanan di luar kontrak 5G," kata Fleming.
Fleming mengatakan pada akhirnya keamanan berkelanjutan Inggris di dunia maya akan bergantung pada kemampuannya bertindak bersama dengan sekutu internasionalnya.
"Keamanan masa depan kita akan dijamin bukan oleh kualitas pengkodean kita, desain silikon kita, atau kelicikan operator siber kita. Tapi oleh ikatan yang mengikat kita bersama dan hubungan yang memberi kita kepercayaan diri untuk bertindak tegas terhadap ancaman umum," ucap Fleming.
Pernyataan Fleming muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan negaranya tidak akan berbagi informasi intelijen kepada negara-negara yang menggunakan peralatan atau perangkat dari perusahaan telekomunikasi China, Huawei.
"Jika suatu negara mengadopsi ini dan memasukannya ke dalam beberapa sistem informasi penting mereka, kami tidak akan bisa berbagi informasi dengan mereka," ujar Pompeo saat diwawancara Fox News.