REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, pemerintah terus melakukan penyelidikan terhadap motif awal penyelundupan motor gede (moge) dan sepeda dalam pesawat baru Garuda Indonesia. Termasuk mengenai pihak bersangkutan membeli motor atas nama pribadi atau pihak lain.
Sri mengatakan, dari hasil pemeriksaan awal, ditemukan 15 koli klaim tag atas nama SAS (berdasarkan dokumen passenger manifest adalah Satya Adi Swandhono) berisikan motor Harley Davidson 1972 Shovel Head dalam kondisi terurai di Garuda Indonesia tipe Airbus A330-900 seri Neo yang datang dari Prancis ke Cengkareng, Tangerang, Ahad (17/11).
Selain itu, juga ditemukan tiga koli lain dengan klaim tag atas nama LS. Isinya adalah dua sepeda merek Brompton dengan kondisi baru dan aksesoris dari sepeda tersebut.
Sri menjelaskan, saudara SAS mengaku bahwa uraian motor Harley Davidson dibeli melalui account eBay. "Tapi, ketika dicek lebih lanjut, kita tidak mendapatkan kontak dari penjual yang didapatkan melalui eBay itu," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (5/12).
Dari penyelidikan, Sri menambahkan, saudara SAS memiliki utang kepada bank Rp 300 juta yang dicairkan pada Oktober dengan tujuan melakukan renovasi rumah. Di sisi lain, penyelidik juga melihat adanya transaksi transfer uang dari SAS kepada rekening istrinya senilai Rp 50 juta sebanyak tiga kali.
Sri menuturkan, penyelidik akan meneliti transaksi keuangan tersebut yang dalam hal ini ditengarai memiliki hubungan terhadap inisiatif untuk membeli dan membawa motor itu ke Indonesia.
Terlebih, Sri menambahkan, SAS selama ini dikenal memiliki hobi bermain sepeda, bukan sepeda motor. "Mungkin dari sepeda, dia beralih ke sepeda motor," katanya.
Sri mengatakan, ada kemungkinan SAS 'memasang badan' terhadap kondisi yang sebenarnya. Sebab, berdasarkan penuturan Menteri BUMN Erick Thohir, laporan komite audit dan kesaksian tambahan menunjukkan, motor Harley Davidson dalam Garuda Indonesia diduga milik Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara.
Sri memastikan, apabila terbukti SAS pasang badan, pemerintah akan mengenakan sanksi. Hal ini sesuai dengan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. "Akan ada konsekuensinya," tuturnya.
Regulasi tersebut menuliskan, setiap orang yang menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu dan dipalsukan akan kena hukuman pidana. Hukumannya adalah pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100 juta.
Ke depannya, Sri berharap, komitmen dari semua pihak untuk menjaga Indonesia dari tindakan ilegal. "Tentu seberapapun ketatnya bea cukai lakukan tindakan, kita tidak bisa dilaksanakan sendiri. Perlu kerja sama berbagai pihak," ucapnya.
Berdasarkan informasi yang telah disampaikan sebelumnya, Bea Cukai telah memeriksa sarana pengangkut tehradap pesawat Garuda Indonesia yang datang dari pabrik Airbus di Prancis. Pesawat itu mengangkut 10 orang kru dan 22 orang penumpang.
Hasil pemeriksaan Bea Cukai terhadap pesawat tersebut, pada bagian kabin cokcpit dan penumpang pesawat tidak diketemukan pelanggaran kepabeanan dan tidak ditemukan barang kargo lain. Namun, pemeriksaan pada lambung pesawat ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 koli yang keseluruhannya memiliki claimtag sebagai bagasi penumpang.
Berikut nama 22 orang penumpang yang terdaftar dalam manifest pesawat Airbus baru milik Garuda Indonesia:
1. I Gusti Ngurah Askhara
2. I Gusti Ayu Rai Dyana Dewi
3. Iwan Joeniarto
4. Etty Rasfigar
5. Ratih Agustanti
6. Mohammad Iqbal
7. Retno Bayusari Sukradewi
8. Heri Akhyar
9. Widyasih Tumono
10. Diah Seruni Rizqiana Wulansari
11. Lokadita Sedimesa Brahmana
12. Simon Theo Pimpin Nainggolan
13. Satya Adi Swandhono
14. Nova Wijayanti Ponardi
15. Muhammad Fuad Rasyidi
16. Megi budi helmiadi
17. Sugiono
17. Martha Emyua Taurisia
18. Judis Priastono Utama
20. Joe Surya
21. Alberto Blanco Lopez
22. Laurent Jean Yves