Lembar demi lembar berisi nama perempuan Pakistan yang dijual untuk dinikahkan dengan pria Cina terungkap ke publik lewat kantor berita Associated Press. Daftar tersebut disusun oleh kepolisian Pakistan yang berniat membongkar sindikat perdagangan manusia antara kedua negara.
Namun sejak Juni silam penyidik mendadak tergeming. Sejumlah perwira yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku penghentian penyelidikan dipaksakan oleh sejumlah pejabat yang tidak ingin membebani hubungan ekonomi dengan jiran di utara.
Baca juga: Karena Bela Perempuan, Perusahaan Detergen Dituduh Menista Islam
Kasus-kasus gemuk yang melibatkan sindikat penyelundup kini meredup tanpa jejak. Oktober silam pengadilan di Faisalabad membebaskan 31 warga negara Cina dari dakwaan perdagangan manusia.
Beberapa korban yang sebelumnya dimintai keterangan oleh polisi tiba-tiba membisu. Sumber AP di kepolisian mengakui para saksi mengkhawatirkan keselamatan diri.
Pada saat yang sama pejabat tinggi pemerintah juga berusaha menghentikan investigasi dengan memberikan "tekanan besar" kepada penyidik Biro Investigasi Federal (FIA) yang membidik jejaring penyelundup, kata Saleem Iqbal, aktivis lokal yang membantu orangtua menyelamatkan perempuan korban perdagangan.
"Sejumlah perwira bahkan dimutasi," katanya dalam interview. "Kalau kita berbicara dengan otoritas Pakistan, mereka tidak memperhatikan."
Sejumlah perwira senior yang sempat terlibat dalam kasus-kasus tersebut mengaku mereka merasa frustasi lantaran laju penyelidikan yang terhenti. Media-media Pakistan juga didesak untuk mengurangi laporan tentang kasus perdagangan pengantin ke Cina. "Tidak seorapung berbuat sesuatu untuk menyelamatkan perempuan-perempuan ini," kata salah seorang perwira yang menolak menyebutkan nama.
Bisnis gelap itu "kini berlanjut dan bahkan berkembang. Kenapa? Karena mereka tahu tidak akan diburu. Otoritas tidak akan menindaklanjuti dugaan kasus dan semua didesak agar tidak menyelidiki kasusnya. Perdagangan manusia sekarang meningkat."
Sang perwira merasa harus bersuara lantaran, "saya harus hidup dengan diri sendiri. Di mana rasa kemanusiaan kita?"
Investigasi AP awal tahun ini mengungkap bagaimana minoritas Kristen Pakistan kini dijadikan target bidikan oleh makelar yang membayar orangtua untuk menikahkan anak perempuannya dengan pria Cina. Para pengantin itu hidup terisolasi dan tidak jarang mengalami penganiayaan atau dijual untuk prostitusi.
Baca juga: Wajib Pemakaian Burqa dan Jilbab Dicabut Akibat Medsos
Dalam laporannya, AP berbicara dengan belasan korban, sebagian berhasil pulang ke kampung halaman, sementara yang lain terjebak di Cina. Kesaksian juga dikumpulkan dari orangtua, tetangga, saudara korban dan pegiat Hak Asasi Manusia.
Umat Kristen dibidik karena tergolong kelompok paling miskin di Pakistan. Sindikat kejahatan kemanusiaan tersebut biasanya digerakkan oleh makelar Cina dan Pakistan, serta sejumlah pemuka agama lokal, biasanya dari gereja protestan, yang menerima uang suap untuk membujuk jemaat masing-masing agar mau menjual anak perempuannya.
Penyidik juga mendapati setidaknya seorang pemuka agama Islam yang menjalankan agen pernikahan di pondok pesantrennya sendiri.
"Makelar Cina dan Pakistan mendapat uang antara USD 25.000 hingga 65.000 untuk setiap perempuan, tapi hanya USD 1.500 yang diberikan kepada orangtua," kata perwira anonim di FIA.
Kasus teranyar yang melibatkan 629 pengantin perempuan Pakistan kebanyakan terjadi pada kurun waktu antara tahun 2018 hingga April 2019. Biro Investigasi Federal meyakini kebanyakan korban dijual oleh keluarga sendiri. September silam lembaga itu mengirimkan laporan tentang "kasus pernikahan palsu di Cina" kepada Perdana Menteri Imran Khan, tanpa mendapat reaksi berarti.
Pegiat HAM meyakini Pakistan mendiamkan praktik perdagangan pengantin perempuan agar tidak mengusik ragam proyek ekonomi dengan Beijing. Sejak satu dekade Cina membangun hubungan erat dengan Pakistan, antara lain lewat proyek investasi, bantuan militer dan kerjasama di bidang senjata nuklir.
Saat ini Pakistan juga banyak bergantung dari bantuan finansial untuk proyek raksasa jalur sutera abad ke21 milik Cina. Koridor Ekonomi antara kedua negara misalnya mendapat kucuran dana senilai 75 miliar dolar AS yang antara lain digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau pembangkit listrik.
rzn/vlz (Associated Press)