REPUBLIKA.CO.ID, KUALASIMPANG— Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Tamiang menyebutkan seorang perempuan terdakwa yang terbukti melakukan perzinaan bersama pasangan menunda hukuman 61 kali cambukan PADA 2020 akibat tidak sanggup lagi menjalani eksekusi oleh seorang algojo.
"Untuk yang 100 kali cambukan, baru dijalani 39 cambukan. Maka sisanya nanti saat eksekusi di tahun depan," ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Aceh Tamiang, Roby Syahputra, Kamis (5/12).
Roby menjelaskan, sebanyak 33 pelanggar syariat Islam, di antaranya tiga perempuan telah menjalani eksekusi cambuk, karena terbukti bersalah melanggar syariat Islam yang diatur dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Terdakwa Amratul Hasanah (35) merupakan penduduk di Dusun Bendahara, Desa Sungai Kuruk, Kecamatan Seruway telah berulang kali dipanggil oleh jaksa yang mengeksekusi dari Kejari Aceh Tamiang untuk menjalani eksekusi hukuman cambuk.
Amratul tidak sanggup menahan rasa sakit di bagian punggung akibat lecutan seorang algojo dari atas panggung halaman depan Gedung Islamic Center Aceh Tamiang, dengan disaksikan sejumlah pejabat terkait dan masyarat sekitar.
Perempuan terdakwa itu bersama pasangan bukan mahramnya Rustam (59) merupakan warga di Dusun Tanjung Keramat, Desa Paya Udang, Kecamatan Seruway terbukti melakukan perbuatan zina, sehingga masing-masing dihukum 100 kali cambukan tanpa dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.
Rustam kerap merasa kesakitan di bagian punggung, dan meminta air putih, serta waktu istirahat beberapa saat dalam gedung. Dia masih sanggup menahan rasa sakit akibat lecutan cambuk sang algojo. "Kalau yang pingsan tadi (Irma Hariani, 32), setelah eksekusi selesai," katanya pula.
Beberapa warga yang menyaksikan eksekusi cambuk secara langsung, terutama hukuman atas perbuatan zina, mengatakan sakit yang dirasakan kedua orang itu tidak sebanding dengan nikmat yang hanya sesaat.
Pelaksanaan uqubat atau hukuman cambuk ini dilakukan di ruang terbuka, disaksikan ratusan masyarakat secara langsung, sebagai bentuk penerapan hukum syariat di Provinsi Aceh agar menjadi pelajaran bagi masyarakat luas di Aceh Tamiang. "Paling enaknya cuma lima menit, tapi sakit dan malunya ini," kata Syawal (43) pula.