Jumat 06 Dec 2019 04:05 WIB

Pernah Abai Agama, Muslimah Pakistan Raih Islam di Cambridge

Muslimah Pakistan menemukan suasana Islam di Cambridge.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Frehya menemukan kembali Islamnya yang pernah dia abaikan selama di Pakistan. Foto Muslimah/ilustrasi
Foto: muslimgirl.net
Frehya menemukan kembali Islamnya yang pernah dia abaikan selama di Pakistan. Foto Muslimah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Frehya yang berusia dua puluh tahun bukan seorang Muslim yang taat di Pakistan. Tapi dia mengalami perubahan hidup sejak pindah ke Cambridge.

Mungkin mengejutkan beberapa orang bahwa Frehya Ashraf yang berusia 20 tahun tidak mulai mengikuti ajaran Islam sampai dia pindah ke Inggris dari Sargodha di Pakistan, sepuluh tahun yang lalu.

Baca Juga

Setelah pindah ke Cambridge tahun ini, komunitas yang dia temukan di sini telah mengilhami dia untuk melihat kembali pada kepercayaan yang dia terima begitu saja di Pakistan.

"Ketika saya tumbuh dewasa saya tidak benar-benar masuk Islam. Tapi sekarang perasaan yang saya miliki sangat berbeda. Sekarang saya membaca buku-buku, saya pergi ke masjid. Saya merasa saya datang ke jalan yang benar," katanya dilansir dari cambridgeshirelive pada Kamis, (5/11).

Dia sekarang berada pada masa jeda, sebelum kuliah di Queen Mary University of London untuk belajar sains dan teknik. Sehingga dia menggunakan waktu untuk berhubungan kembali dengan keyakinannya. Frehya mengatakan tinggal bersama sepupunya dan keluarga telah membuka pikirannya.

“Mereka mengajari saya hal-hal yang tidak saya ketahui sebelumnya. Perasaan yang saya miliki terhadap agama saya berbeda," ujarnya.

Di luar tempat tinggalnya, komunitas Muslim Cambridge telah membuatnya merasa sangat disambut. sehingga ia merasa terinspirasi untuk terlibat lebih dalam.

“Saya sangat tersentuh. Saya ingin ini menjadi budaya saya. Saya belum pernah mengalami itu sebelumnya," ucapnya.

Pengalamannya di Manchester, tempat dia tinggal sampai pindah ke Cambridge tahun ini, jauh berbeda dengan pengalamannya disini. Sebab dia mengalami rasisme disana bahkan dari komunitas Asia di mana dia menjadi bagiannya.

"Mereka akan mengatakan hal-hal seperti 'masih anak baru' dan penghinaan lainnya, dan aksen saya adalah salah satu alasan saya diintimidasi di sekolah," tuturnya.

“Saya senang pindah ke sini dan melihat budaya yang berbeda walau kenyataannya sulit. Bagi orang tua saya, komentar ini normal. Mereka memberitahu kita untuk mengabaikan mereka dan berpura-pura itu tidak terjadi," ungkapnya.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement