REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Islam adalah agama yang mengajarkan kepada para pemeluknya untuk mendahulukan kewajiban dari menuntut hak.
“Banyak sekali ayat Alquran maupun hadis yang menerangkan dan mengajarkan kepada kita untuk menunaikan kewajiban terlebih dahulu, baru bicara hak,” kata Guru Besar IPB dan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Prof Dr Didin Hafidhuddin MS saat mengisi pengajian guru dan tenaga kependidikan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) Bogor, Jumat (6/12).
Ia menambahkan, apalagi kalau hal tersebut berkaitan dengan Allah SWT. “Urusan dengan Allah, yang diutamakan adalah kewajiban ditunaikan terlebih dulu. Setiap yang melaksanakan kewajibannya akan mendapat haknya. Iyyaaka na'budu (hanya kepada Engkau kami menyembah) adalah kewajiban, wa iyyaaka nasta'iin (dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan) adalah hak,” ujar pakar zakat dan ekonomi syariah itu dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Dalam berbagai ayat lainnya, Allah menegaskan tentang kewajiban manusia. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat: 56).
Ayat lain, Wa aqiimushsholaah wa aatuzzakaah. (Dirikan shalat dan tunaikan zakat). "Ini merupakan kewajiban dari Allah tanpa syarat," tuturnya.
Ayat lain, Wa lillaahi alannaas hijjul bayti manistatho’a ilaihi sabila. (Dan Allah mewajibkan manusia berhaji, bagi yang mampu). "Ini adalah kewajiban dari Allah, tapi kewajiban yang disyaratkan (ada syaratnya),” paparnya.
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah juga mengemukakan, laksanakan pekerjaan dulu, baru menerima hasilnya. “Kewajiban beramal saleh dulu, baru akan dapat balasan kehidupan yang baik dan diberi balasan pahala yang terbaik. Orientasinya amal, prosesnya,” paparnya.
Allah menegaskan, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97)
"Panggilan shalat, Hayya 'alashsholaah (Mari tunaikan shalat). Ini merupakan kewajiban. Baru kemudian, Hayya alal falaah (Mari meraih keberuntungan). Ini bicara hasil atau haknya,” tuturnya.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 177)
“Ayat lain menyebutkan, Wa'buduullooha, walaa tusyrikuu bihi syaian, wa bil waalidaini ihsaanaa. (Sembahlah Allah dan jangan sekutukan Dia dengan yang lain. Dan kepada kedua orang tuamu, hendaklah kalian berbuat baik). Ini juga bicara perintah atau kewajiban,” ujarnya.
Nabi menegaskan, Addibuu awlaadakum. Wa allimuu awlaadakum.Didiklah anak-anakmu. "Orientasinya kewajiban,” paparnya.
Kiai Didin menambahkan, warganegara yang baik adalah yang menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Mereka mendahulukan kewajiban dariada hak. “Rebutan jabatan adalah implikasi dari penekanan hak yang didulukan, bukan kewajiban dulu. Hal itu mereka lakukan karena yang mereka lihat lebih dulu adalah hak-hak jabatan yang berupa fasilitas dan privilege yang mewah dan wah,” tegasnya.