REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Amerika Serikat (AS) mengatakan pasukan keamanan Iran kemungkinan telah membunuh lebih dari 1.000 orang. Mereka terbunuh selama aksi demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berlangsung di negara tersebut.
"Ketika kebenaran mulai keluar dari Iran, tampaknya rezim itu bisa membunuh lebih dari 1.000 warga Iran sejak protes dimulai," ungkap Perwakilan Khusus AS untuk Iran Brian Hook pada Kamis (5/12).
Menurut dia, di antara para korban tewas terdapat puluhan anak-anak. Namun Hook enggan menyebutkan perkiraan jumlahnya karena pemerintah Iran memblokir informasi terkait hal itu.
Selama demonstrasi berlangsung, ribuan warga Iran juga mengalami luka-luka akibat tindakan represif pasukan keamanan. Dia mengklaim terdapat setidaknya tujuh ribu orang yang ditangkap dan ditahan.
Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli mengatakan sekitar 731 bank dan 140 bangunan pemerintah dibakar oleh massa selama demonstrasi. Demonstrasi meletus untuk menentang kenaikan harga BBM berlangsung di negaranya.
Tak hanya bank dan bangunan pemerintah, massa turut membakar sekitar 70 stasiun pengisian bahan bakar umum. Para pengunjuk rasa juga menyerbu dan merusak 50 pangkalan pasukan keamanan Iran.
Menurut Fazli, sekitar 200 ribu orang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM yang dimulai pada 15 November lalu. Namun dia tak mengungkap berapa kerugian materi yang ditimbulkan akibat aksi huru-hara di sana.
Garda Revolusi Iran mengatakan telah menangkap dan menahan 100 orang yang memimpin aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM. "Sekitar 100 pemimpin, kepala, dan tokoh utama kerusuhan baru-baru ini diidentifikasi dan ditangkap di berbagai bagian negara oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran," ungkap juru bicara kejaksaan Iran Gholamhossein Esmaili pada November lalu.