REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Gus Yusuf Suharto*
Telah menjadi ketetapan dari Allah SWT bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah SWT:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QSa al-Baqarah : 155-157).
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Seringkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah.
Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka, insya Allah, sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT.
Hikmah di balik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari 5660 dan Muslim: 2571).
“Tidaklah seseorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya.” (HR Bukhari: 5641).
“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya.” (HR Muslim: 2573).
“Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga dia menghapuskan setiap dosa darinya”. (HR al-Hakim I/348).
“Tidaklah seorang Muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya.” (HR Muslim: 2572)
Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah SWT dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya.
Sakit dan musibah juga diharapkan mampu menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah, karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta, untuk kembali mengingat Robb-nya.
Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah yang bersangkutan merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah SWT, sehingga dia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.
Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya dia sangat membutuhkan Allah SWT. Tidak sesaatpun melainkan dia butuh kepada-Nya, sehingga dia akan selalu tergantung kepada Rabb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah SWT.
*) Dewan Pakar Aswaja Center PWNU Jawa Timur.