REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak naik lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB). Harga minyak membukukan kenaikan tajam mingguan setelah OPEC dan sekutunya sepakat untuk memperdalam pemotongan produksi sebesar 500 ribu barel per hari pada awal 2020.
Pemotongan tambahan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen utama lainnya termasuk Rusia akan berlangsung sepanjang kuartal pertama. Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ itu akan bertemu lagi pada awal Maret 2020 untuk pertemuan luar biasa guna menetapkan kebijakannya.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari naik satu dolar AS atau 1,6 persen menjadi ditutup pada 64,39 dolar AS per barel dan meningkat sekitar tiga persen pada minggu ini. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup 77 sen atau 1,3 persen lebih tinggi menjadi 59,20 dolar AS per barel.
Minyak mentah WTI meningkat sekitar tujuh persen pada pekan ini, kenaikan terbesar mereka sejak Juni, setelah data pemerintah AS pada Rabu (4/12) menunjukkan stok minyak mentah domestik jatuh untuk pertama kalinya dalam enam pekan. Pemotongan produksi OPEC+ tahun depan merupakan tambahan untuk pembatasan yang disetujui sebelumnya oleh kelompok itu sebesar 1,2 juta barel per hari dan akan mewakili sekitar 1,7 persen dari produksi minyak global.
OPEC akan menanggung sekitar dua pertiga dari pemotongan tambahan. Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, kerajaan yang menjadi pengekspor minyak terbesar di dunia dan pemimpin de facto OPEC itu akan melanjutkan pengurangan sukarela 400 ribu barel per hari. Dia mengatakan bahwa setelah peningkatan kepatuhan dari anggota lain, pemotongan yang sebenarnya akan efektif 2,1 juta barel per hari.
"Saudi melakukan pekerjaan yang baik dalam menetapkan harapan bahwa mereka dapat memiliki pemotongan tambahan," kata Direktur berjangka Mizuho, Bob Yawger di New York.
Yawger mengatakan, kekhawatiran akan melimpahnya minyak mentah global sebagian dihilangkan oleh pernyataan bahwa Arab Saudi dapat mengurangi produksinya lebih lanjut. Setiap kenaikan harga dari penurunan produksi OPEC+ kemungkinan akan menguntungkan produsen Amerika yang tidak ikut serta dalam perjanjian pembatasan pasokan.
Pengebor AS telah memecahkan rekor produksi bahkan ketika mereka telah memotong jumlah rig minyak yang beroperasi selama 12 bulan berturut-turut. Kondisi ini meningkatkan Amerika Serikat ke posisi teratas produsen dunia.
"Pasokan (minyak) serpih Amerika Utara akan terus meningkat bahkan di lingkungan dengan harga minyak yang lebih rendah," kata Rystad Energy dalam sebuah catatan.
Harga minyak yang lebih tinggi juga mendukung penawaran umum perdana (IPO) perusahaan minyak milik negara Arab Saudi, Saudi Aramco, yang memberi harga sahamnya pada Kamis (5/12) di atas kisaran yang ditunjukkan. Penjualan saham tersebut merupakan IPO terbesar di dunia, mengalahkan 25 miliar dolar AS yang dicatatkan Alibaba Group Holdings pada tahun 2014, tetapi tidak mencapai penilaian senilai dua triliun dolar AS untuk Aramco yang dicari oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Investor asing menjauh dan penjualan yang dibatasi untuk individu Saudi dan investor regional.