Senin 09 Dec 2019 13:17 WIB

Jokowi Belum Tutup Peluang Terbitkan Perppu KPK

Pertimbangan Perppu KPK dimatangkan setelah UU KPK hasil revisi sepenuhnya berjalan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan murid seusai menyaksikan drama bertajuk Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan murid seusai menyaksikan drama bertajuk Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa dirinya belum menutup peluang atas opsi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi menyatakan, pertimbangan untuk menerbitkan Perppu akan dimatangkan setelah UU KPK hasil revisi sepenuhnya berjalan, lengkap dengan Dewan Pengawas dan pimpinan KPK yang baru.

"Sampai detik ini kita masih melihat, mempertimbangkan, tapi kan UU-nya belum berjalan. Kalau sudah komplet, sudah ada dewas, sudah ada pimpinan KPK yang baru nanti kita evaluasilah. Kita harus evaluasi program yang hampir 20 tahun ini berjalan," kata Jokowi di SMKN 57 Jakarta, Senin (9/12).

Baca Juga

Ada sejumlah bahan evaluasi terhadap sistem pemberantasan korupsi yang menurut Jokowi perlu jadi perhatian. Pertama, ujar Jokowi, bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi perlu dilakukan. Namun, ada langkah penting yang juga perlu digencarkan yakni pencegahan.

"Pembangunan sistem itu menjadi hal yang sangat penting dalam rangka memberikan pagar-pagar agar penyelewengan itu tidak terjadi," kata Jokowi.

Poin kedua, Jokowi memandang bahwa proses rekrutmen politik atau masuknya kader ke dalam partai politik harus kembali diatur agar tak menimbulkan beban biaya besar bagi kader. Ia tak ingin kader parpol justru 'tengok kanan-kiri' begitu sudah mendapat jabatan atau posisi demi mengembalikan modal awal masuk parpol.

Ketiga, Jokowi ingin adanya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Kemudian poin keempat, Presiden mendukung adanya penindakan dalam bentuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) para terduga koruptor. Namun, Jokowi juga mendorong adanya perbaikan sistem yang bisa masuk ke dalam instansi pemerintah agar kejadian serupa tak terulang.

"Misalnya satu provinsi ada gubernur ditangkap, setelah ditangkap seharusnya perbaikan sistem masuk ke situ," kata Jokowi.

Apa yang dikatakan Jokowi mengonfirmasi pernyataan Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya yang menegaskan, bahwa Presiden masih dalam posisi belum memutuskan apa pun terkait Perppu KPK.

“Presiden (Jokowi) tidak mengatakan begitu (tidak akan mengeluarkan perppu). Presiden mengatakan, belum memutuskan untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan perppu,” kata Mahfud saat ditemui di Gedung KPK di Kuningan Persada, Jakarta, Senin (2/12).

Tentang Perppu KPK, Mahfud menerangkan, Presiden Jokowi masih dalam posisi yang sama. Presiden Jokowi punya alasan mengapa Perppu KPK yang didesak publik selama ini belum juga diundangkan.

“Karena undang-undangnya (UU 19/2019), masih diuji (materil) di Mahkamah Konstitusi,” terang Mahfud.

Presiden Jokowi, kata Mahfud menghormati apa yang saat ini dalam proses konstitusional di MK terkait UU KPK yang baru. Menurut Mahfud, akan menjadi sia-sia mengundangkan Perppu KPK, jika nantinya MK, akhirnya memutuskan yang sama dalam uji materil terkait UU KPK 19/2019.

“Untuk apalagi perppu?,” ujar Mahfud.

Pada akhir November, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, KPK masih berharap agar Presiden Jokowi masih memiliki kebijaksanaan untuk menerbitkan Perppu KPK. “Sampai hari ini kita masih berharap, kepada kebijaksanaan dari Presiden RI, bahwa untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Kita masih sangat berharap untuk itu,” kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (29/11).

Laode kembali mengingatkan tentang pro dan kontra saat perevisian UU KPK 20/2001, pada September-Oktober lalu. Waktu itu, kata Laode, Presiden Jokowi punya komitmen dalam ucapannya yang berjanji tentang perevisian beleid demi memperkuat KPK.

Akan tetapi, kata Laode, janji tersebut hilang setelah melihat perevisian UU KPK malah membuat KPK semakin terancam. Alih-alih memperkuat, UU KPK yang baru terang bertujuan untuk mematikan peran dan fungsi KPK sebagai lembaga penyelidi dan penyidik korupsi yang independen.

Bersama dua pimpinan KPK lain, yakni Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, Laode telah mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 20 November 2019. Kala itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, pengajuan judicial review itu terdiri dari uji materiil dan uji formil.

"Hari ini atas nama pribadi, atas nama warga negara Indonesia, kami mengajukan judicial review ke MK. Jadi, ada beberapa orang. Kemudian kami didampingi oleh lawyer-lawyer kami. Kemudian kami nanti mengundang ahli," ucap Agus saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/11).

Menurut Agus, KPK sebenarnya tetap menginginkan agar Presiden Jokowi menerbitkan geluarkan Perppu KPK. Namun, Presiden Jokowi menyarankan KPK menempuh jaluh MK terlebih dahulu.

"Oleh karena itu kami mengajukan judicial review hari ini," kata Agus.

photo
Lini Masa Singkatnya Pembahasan Revisi UU KPK

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement