REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- M Hamied Wijaya (52 tahun) lahir di Blora, Jawa Tengah. Sejak 2014, dia diberi amanah sebagai direktur sumber daya manusia (SDM) dan umum PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I. Berbagai apresiasi telah diterimanya lantaran dinilai sukses memimpin tata kelola organisasi di perusahaan pelat merah tersebut. Dia berkomitmen untuk terus mengawal perjalanan transformasi dan pengelolaan SDM di PT Pelindo I.
Salah satu terobosan yang diterapkannya ialah sistem digital. Pada 2019, proses kerja itu diuraikannya dalam buku berjudul Transformasi SDM Berbasis Digital di Pelindo I.
“Awalnya, kaget semuanya. Mengisi itu malas, tidak mau, padahal sudah dijelaskan jika mengisi rencana kerja bulanan dan targetnya tercapai, maka tunjangannya akan naik tinggi,” kata Hamied kepada Republika saat menceritakan pengalamannya sewaktu memperkenalkan sistem digital di tengah para karyawan.
“Intinya, perlu kepemimpinan yang kuat. Kalau kita tidak bawel, maka sistem tidak jalan lagi dan bisa kembali dari nol lagi. Dampaknya tidak cuma kepada pegawai, tapi kepada perusahaan sendiri,” sambung dia.
Dengan adanya sistem digital, aspek transparansi akan lebih kentara. Masing-masing individu memiliki catatan kinerja yang dapat dilihat secara terbuka.
Transparansi, kata Hamied, adalah nama lain untuk kejujuran. Dalam hal ini, dia mengaku terinspirasi dari nilai-nilai ajaran Islam.
Direktur Sumber Daya Manusia PT Pelindo I, M Hamied Wijaya saat di Wawancarai Republika, Selasa ( 26/11).
Dia menuturkan, sebelum duduk sebagai direksi perusahaan ini, dirinya sempat diwawancarai deputi Kementerian BUMN ketika itu. “Saya ditanya mengapa saya mau menjadi direksi, padahal usia saya baru 46 tahun, sedangkan syarat menjadi direksi adalah harus pensiun dini sebagai pegawai dan menjadi direksi adalah jabatan politis yang sewaktu-waktu dapat diganti,” kata bapak tiga orang anak dan satu cucu ini.
Alhasil, dia tiba-tiba teringat kisah Nabi Yusuf AS yang pernah memegang jabatan sebagai menteri di Kerajaan Mesir. Hamied mengenang, saat itu dia berupaya mengambil hikmah dari sosok nabi tersebut yang amanah sekaligus memiliki kompetensi dalam bidang jabatan itu.
“Saya bilang, pilih saya karena saya insya Allah mampu dan amanah. Dibandingkan memilih orang yang tidak mampu atau tidak amanah, bahkan tidak keduanya. Ini merupakan bagian dari dakwah bagi saya,” ucap ketua Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) Sumatra Utara itu.
Hamied mengawali kariernya sebagai staf perencanaan dan pengembangan SDM pada 1993. Menurut dia, setiap langkah dalam kehidupannya tak terlepas dari didikan orang tua, khususnya ibunda. “Ibu saya selalu mengajarkan saya untuk tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah dan beramal. Ini merupakan bekal beliau yang telah mendidik saya sejak kecil,” jelas dia.
Dia juga mengajarkan Hamied untuk rutin berpuasa sunah tiap Senin dan Kamis. Dia berupaya membiasakan ibadah itu sejak duduk di bangku SMP. “Ibu saya memiliki sembilan anak, dan saya termasuk anak yang paling sering menemani ibu saya untuk berpuasa sunnah,” ujar dia.
Rutinitas tersebut dia jalankan hingga sekarang. Sang istri dan ketiga anak mereka pun, lanjut dia, lama-lama senang mengikuti rutinitas yang sama.