Senin 09 Dec 2019 16:32 WIB

Kebijakan Menghapus Materi Sejarah Perang Rawan Digugat

Kemenag mengklaim akan memperbaiki materi tentang perang, jihad, dan khilafah.

Rep: Ali Mansur/Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Wakil Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menanggapi soal wacana penghapusan materi sejarah perang, khilafah, dan jihad dari kurikulum madrasah.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menanggapi soal wacana penghapusan materi sejarah perang, khilafah, dan jihad dari kurikulum madrasah.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Marwan Dasopang mengingatkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) mengenai wacana penarikan materi khilafah dan perang dari mata pelajaran. Ia meminta agar Kemenag atau Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi untuk tidak ceroboh membuat keputusan untuk menarik konten materi khilafah dan perang yang sudah ada dalam meteri pelajaran, terutama sejarah Islam.

"Jangan karena ketidakmampuan pemerintah mengawasi atau melakukan sortir terhadap materi ajar agama berisi konten khilafah, jihad, perang yang bagian dari ideologi, lantas menjadi ceroboh dikurangi semua," tegas Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/12).

Baca Juga

Justru, kata Marwan, kalau khilafah dan peperangan bagian dari sejarah Islam adalah sebuah keharusan. Sebab langkah yang dilakukan oleh Kemenag melalui surat edarannya tersebut sangat berpotensi menghapus sebagian dari bagian sejarah Islam. Menurutnya, bukankah mempelajari sejarah tidak terkecuali sejarah Islam dengan khilafah dan jihadnya selain sebagai pengetahuan untuk menjadi mengerti. Sebagai contoh konten peperangan dalam mata ajaran akan membuat siswa menjadi mengerti bagaimana kengerian yang ditimbulkan dari peperangan.

"Tapi kalau khilafah yang ada pada konten-konten mata ajar itu menggiring perilaku anak-anak ke sikap sebuah ideoligi maka itu sebuah kesalahan. Bagaimana kengerian dari peperangan itu penting untuk disampaikan, tapi kalau diajarkan sebagai sebuah keberhasilan lewat peperangan itu kecelakaan namanya," terang Marwan.

Selain itu, lanjut Marwan, jika Kemenag berencana untuk menarik konten-konten khilafah, jihad dan peperangan yang dinilai menggiring siswa maka selama ini pemerintah membiarkannya. Tidak hanya itu, penarikan ini juga menunjukkan jika pemerintah tidak mampu dan abai terhadap konten-konten yang tidak baik. Oleh karena itu, Marwan menyarankan agar Menag lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan, apalagi menyangkut materi pelajaran.

"Kalau ini ditarik nanti ke belakang statusnya apa? Kemungkinan bakal digugat orang loh. Karena sebelum ada surat edaran berarti menteri agama membiarkan? Mestinya tidak perlu surat edaran yang namanya paham khilafah kalau itu bagian dari pengembangan ideologi sudah pasti tidak boleh," jelas Marwan.

Sebelumnya, seluruh materi ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan perang atau jihad telah diperintahkan untuk ditarik dan diganti. Hal ini sesuai ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3751, Nomor 5162 dan Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI.

Namun, pada Senin (9/12) ini, Kemenag menegaskan pihaknya tidak menghilangkan materi khilafah dan jihad dari kurikulum dan buku pelajaran. Justru Kemenag memperbaiki materi khilafah dan jihad agar maknanya semakin luas.

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kemenag, Ahmad Umar mengatakan, Kemenag bukan menghapus materi khilafah dan jihad dari pelajaran. Sebab materi khilafah dan jihad yang tercantum dalam KMA 165 Tahun 2014 itu dinyatakan tidak berlaku dan telah diperbaiki dalam KMA 183 Tahun 2019.

"Tentunya perbaikan itu meletakkan materi-materi itu (khilafah dan jihad) pada porsi dan konteks pembicaraan yang sesuai dan proporsional," kata Umar kepada Republika, Senin (9/12).

Ia menjelaskan, misalnya materi khilafah diletakkan pada materi sejarah kebudayaan Islam. Tetapi konteks pembicaraannya bukan sekedar khilafah, konteksnya tentang perkembangan peradaban pada zaman Daulah Utsmaniyah dan Abbasiyah.

Di sana dijelaskan diperjuangkan peradaban Islam termasuk sampai perjuangan kehidupan pada masa-masa Khulafaur Rasyidin. Selain itu, pengertian khilafah dalam kurikulum baru diperbaiki supaya tidak mengandung multi-tafsir

"Kata (pengertian) khilafah itu diperbaiki dengan perkembangan kehidupan peradaban manusia pada Daulah Utsmaniyah dan Abbasiyah, dan perkembangan dari zaman kepemimpinan Rasul sampai Khulafaur Rasyidin sampai ulama-ulama masa kini," jelasnya.

Kasubdit Kurikulum Kemenag, Ahmad Hidayat menegaskan, kata khialafah sudah diterjemahkan dalam bahasan Indonesia. Artinya tentang khilafah akan disampaikan dengan konteks bahasa Indonesia. Sementara, kata jihad masih ada dalam kurikulum dan buku pelajaran tapi sudah diberi penjelasannya.

"Bahwa jihad itu diwujudkan dalam konteks keseriusan dalam berjuang dalam konteks umumnya jihad juga kita perjelas bahwa jihad yang dimaksud itu perjuangan, bukan perang," ujarnya.

Ia menyampaikan, sejarah tentang jihad perang masih ada. Tapi cerita jihad dalam bentuk lain diperbanyak. Kesimpulannya jihad itu tidak hanya semata-mata perang. Materi jihad dalam mata pelajaran fikih masih ada, tapi dalam konteks pembicaraan inti nilainya yaitu berusaha bersungguh-sungguh di dalam menuntaskan semua aktivitas-aktivitas kehidupan.

Sedangkan di dalam sejarah kebudayaan Islam jihad Itu otomatis terbahas di dalam perkembangan-perkembangan kebudayaan peradaban Islam. "Jihad itu diwujudkan dalam bentuk bervariasi tidak hanya harus perang, tapi diwujudkan dalam bentuk perjuangan optimalisasi berpikir pada masa abad pertengahan," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement