REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meminta sekolah lebih tegas melarang pelajar, khususnya yang berusia di bawah umur, membawa sepeda motor ke sekolah. Seruan itu merupakan bagian dari upaya mencegah munculnya kasus kejahatan jalanan yang melibatkan siswa.
"Kejahatan di jalan oleh anak sekolah itu rata-rata karena menggunakan sepeda motor, tidak ada kan yang melakukan kejahatan dengan sepeda ontel," kata Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta (Sekda DIY) Kadarmanta Baskara Aji di Kantor Kepatihan, Yogyakarta, Senin.
Saat masih menjabat sebagai Kepala Disdikpora DIY, Kadarmanta sudah sejak lama mengeluarkan kebijakan pelarangan pelajar, terutama yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), untuk membawa sepeda motor ke sekolah. Namun, menurutnya, larangan dari sekolah saja tidak cukup.
Kadarmanta mengingatkan bahwa orang tua siswa juga harus memahami aturan itu dengan tidak memberikan fasilitas sepeda motor bagi anaknya yang masih pelajar dan di bawah umur.
"Anak yang sudah punya SIM sekali pun tapi kalau dia sudah pernah melakukan kesalahan, dia juga harus diberikan hukuman untuk tidak boleh membawa sepeda motor di sekolah," kata dia.
Kadarmanta mengatakan, tak jarang siswa menitipkan sepeda motor kepada warga yang sengaja memfasilitasi penitipan kendaraan di sekitar sekolah agar tak ketahuan pihak sekolah. Oleh sebab itu, Aji berharap Dinas Pendidikan dapat bekerja sama dengan Satpol PP dan pemerintah kecamatan untuk menyisir dan menertibkan penitipan ilegal di sekitar sekolah.
"Sekolah tentu tidak punya wewenang mengingatkan warga tidak membuka penitipan. Tapi sebetulnya penitipan itu kan liar jadi Pol PP setempat bisa menindak, Pak Camat juga bisa," kata dia.
Munculnya kenakalan atau kejahatan pelajar di jalanan yang sering disebut "klithih", menurut dia, salah satu akibat dari tidak adanya kesinambungan antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di lingkungan keluarga.
"Dua-duanya (sekolah dan keluarga, red.) melaksanakan hal yang baik tapi hasilnya tidak optimal karena tidak nyambung," kata dia.
Sebagai jalan keluar, menurut dia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Dinas Pendidikan di daerah sedang menyusun konsep pendidikan keluarga.
"Ini dalam rangka menyambungkan. Supaya pendidikan di sekolah dan di keluarga berjalan baik," kata Aji.
Sebelumnya, pada 1 Desember 2019 dini hari terjadi aksi pembacokan di Jalan Ireda Kota Yogyakarta. Korban, Mohammad (18), yang sedang mengendarai sepeda motor dibacok oleh pelaku menggunakan sebilah pedang dan mengenai pergelangan tangannya.
Kepolisian Resor Kota Yogyakarta telah menetapkan dua pelajar SMP di Yogyakarta berinisial RK (15) dan RD (14) sebagai tersangka dalam kasus pembacokan yang dilakukan dengan mengendarai sepeda motor itu.