REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Nasdem, Sulaeman L Hamzah mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2020. Sulaeman mengungkapkan, seluruh anggota badan legislasi (Baleg) DPR RI mendukung diundangkannya UU Masyarakat Adat.
"Posisinya memang carry over (masuk). Jadi tidak bahas ulang lagi. Dokumen-dokumen sudah ada tinggal kita melengkapi saja," ujar Sulaeman dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (9/12).
Sulaeman mengatakan, fraksinya menjadi salah satu dari tiga pengusung RUU Masyarakat Adat selain PKB dan PDIP. Menurutnya, seluruh anggota Baleg DPR RI mendukung rencana tersebut. Meski begitu, ia berjanji untuk terus mengawal proses RUU tersebut hingga diundangkan.
"Perlu lobi khusus untuk bisa memastikan perjuangan kita ini. Dipastikan masuknya 2020 sebagai prolegnas," katanya.
Ia memprediksi, pembahasan RUU Masyarakat Adat akan selesai dalam setahun dan diundangkan di akhir tahun 2020. Namun, ia tak menutup kemungkinan pembahasan tersebut akan molor hingga 2021 jika pihak pemerintah yang diwakili kementerian-kementerian tak kunjung memahami urgensi dari penerbitan UU Masyarakat Adat.
"Pada akhir periode kemarin kita tunggu DIM (daftar inventarisasi masalah) untuk kita terima tapi sampai sekarang belum. Sekarang ada enam kementerian yang perlu kita lobi," jelasnya.
Agar memudahkan pembahasan, ia menyarankan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk membentuk DIM sandingan. Dengan DIM sandingan tersebut, kata dia, Baleg DPR RI dapat lebih mudah memberi penjelasan kepada pihak pemerintah tentang hal apa saja yang perlu diatur.
"AMAN bisa buat DIM tandingan. Jadi bisa dibahas nanti kita sandingkan. Jadi Baleg bisa lebih mudah ke pemerintah bahwa ini sudah sempurna (DIM dari AMAN)," kata dia.
Keberadaan UU Masyarakat Adat dinilai sebagai hal yang fundamental untuk perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat. Terlebih di era pemerintahan yang pro investasi seperti saat ini.
"(Keberadaan UU Masyarakat Adat) urgensinya sekarang ini justru situasi kita semakin urgent," ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi, dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (9/12).
Ia juga mengatakan, kebijakan pemerintah saat ini, yang pro investasi, akan membuat tingkat keterancaman masyarakat adat semakin tinggi. Ketika investasi, proyek pemerintah, pembangunan jalan masuk ke wilayah adat tanpa ada kepastian hukum terhadap masyarakat adat, maka bukan tidak mungkin konflik yang berujung pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap masyarakat adat akan terus terjadi.
"Sehingga UU ini sangat penting karena akan memastikan program pemerintah akan berjalan dengan baik tanpa perlu mengorbankan masyarakat sendiri, yaitu masyarakat adat, jika program tersebut dilandasi UU Masyarakat Adat," ungkapnya.
Rukka menjelaskan, saat ini memang sudah ada banyak peraturan perundang-undangan, dari berbagai sektor, yang mengatur atau menyinggung keberadaan masyarakat adat. Namun, keberadaan peraturan perundang-undangan sektoral tersebut justru menyulitkan masyarakat adat mendapatkan hak-hak tradisionalnya.
"Mengakibatkan masyarakat adat kesulitan untuk mendapatkan hak-hak tradisionalnya, karena dalam prakteknya UU tersebut saling tumpang-tindih dan menyandera pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat," katanya.