REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan peraturan KPU (PKPU) bahwa mantan terpidana kasus korupsi tak dilarang untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menilai hal tersebut sudah tepat.
Pasalnya, di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak melarang mantan terpidana kasus korupsi maju dalam kontestasi pemilihan. Selain itu, mantan narapidana juga sudah melaksanakan hukuman untuk menanggung kesalahannya.
"Namanya eks narapidana atau orang yang sudah pernah dihukum, jadi sebagai manusia biasa. Nggak ada masalah, karena memang tidak ada pertentangan hukum di situ," ujar Yandri di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/12).
Ia mengatakan jika KPU membuat pelarangan tersebut, hal itu dinilainya melampaui tugas lembaga tersebut. Yandri menjelaskan, biar rakyat yang memilih sosok yang pantas untuk jadi pemimpin.
"Apakah itu melalui partai politik, gabungan parpol, atau independen, ya silakan. Tinggal rakyatnya mau pilih apa nggak, jadi sebagai hakimnya rakyat," ujar Yandri.
Terkait mantan narapidana pengguna narkoba dan kejahatan seksual, Yandri mengaku bahwa itu berbeda dengan eks koruptor. Menurutnya, karena melihat daya rusak yang diakibatkan dua kejahatan tersebut.
"Saya yang mengusulkan, kalau bandar narkoba karena sifat, daya rusaknya itu luar biasa sama pedofil itu. Ya itu fraksi PAN yang mengusulkan," ujar Yandri.
PAN sendiri mengaku belum berpikir untuk mencalonkan seorang mantan narapidana kasus korupsi pada Pilkada. Sebab, partai berlambang matahari itu mengutamakan kadernya sendiri.
Selain itu, PAN memiliki mekanisme internal dalam menentukan calon yang akan diusung pada Pilkada. "Jadi kalau PAN sudah punya mekanisme sendiri. Artinya kalau di daerah itu masih ada pilihan tentu kami akan menghindari calon narapidana," ujar Yandri.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 18 Tahun 2019 yang terbit pada Jumat, 6 Desember 2019, KPU hanya melarang mantan narapidana kasus narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak.
Pasal 4 ayat H peraturan itu berbunyi "Bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.”