Selasa 10 Dec 2019 21:11 WIB

BNPT akan Manfaatkan Mantan Napiter untuk Tangkal Terorisme

BNPT akan menggandeng mantan Napiter untuk tangkal terorisme.

Rep: Febryan. A/ Red: Bayu Hermawan
Kepala BNPT Suhardi Alius (kedua dari kanan) sedang memaparkan hasil Survei BNPT 2019 di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Selasa (10/12)
Foto: Republika/Febryan A
Kepala BNPT Suhardi Alius (kedua dari kanan) sedang memaparkan hasil Survei BNPT 2019 di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Selasa (10/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan peran mantan teroris dalam mencegah perkembangan ideologi terorisme pada 2020 mendatang. Para mantan teroris yang sudah menyadari kesalahannya akan dijadikan pembicara dalam sejumlah kegiatan yang diadakan.

"Hal-hal yang masih kurang di 2019, kita perbaiki di 2020. Contoh, saya akan memaksimalkan menggunakan mantan teroris yg sudah sadar di masing-masing provinsi. Mereka jadi narasumber untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat," kata Suhardi usai rilis hasil survei BNPT 2019 di Jakarta, Selasa (10/12).

Baca Juga

Suhardi menuturkan, para mantan teororis itu nantinya akan didapuk menjadi pembicara di bidang kepemudaan. Sebab, penyebaran ideologi terorisme banyak menyasar kalangan pemuda. Menurut Suhardi, jika pesan-pesan mencegah ideologi terorisme disampaikan oleh mantan teroris, maka akan jauh lebih efektif.

"Nanti kan dia ngomong, 'kamu salah menafsirkan ayat-ayat itu', misalnya. 'Saya ini mantan teroris, udah pernah kejadian. Kan lebih bermanfaat ketimbang kita yang belum punya pengalaman di situ (sebagai teroris)," jelas Suhardi.

Selain itu, Suhardi mengaku pihaknya juga akan mengoptimalkan keberadaan duta damai BNPT. Sehingga narasi kontra radikalisme bisa tersebar luas di masyarakat. Survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2019 mendapati bahwa Indeks Potensi Radikalisme secara nasional menurun. Meski demikian, BNPT mengaku tak akan menurunkan intensitas dalam mencegah radikalisme dan terorisme.

Survei yang dilakukan di 32 provinsi itu mendapati indeks potensi radikalisme srcara nasional tahun 2019 berada di angka 38,43 (skala 0-100). Sedangkan tahun 2017 ada di angka 55,12. Artinya, potensi radikalisme secara nasional mengalami penurunan sebesar 16.69 poin.

"Kesimpulannya, terjadi pergeseran dari kategori potensi sedang ke potensi rendah," kata Suhardi saat memaparkan hasil survei.

Suhardi mengatakan, indeks potensi radikalisme secara nasional memang menurun, tapi pihaknya tak mau cepat berpuas diri. "Teorinya, semakin banyak kita offensive, maka secara kuantitas akan berkurang. Tapi secara kualitas bisa saja menonjol. Oleh karena itu, kita tidak boleh under estimate," ucapnya

Febryan. A

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement