REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas melalui satuan kerja Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) menyelenggarakan Workshop Perikanan Berkelanjutan dalam Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi Nasional pada Rabu (11/12) dan Kamis (12/12). Kegiatan kolaboratif ini membahas isu-isu yang menjadi tantangan serta solusi dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Sekretaris Kementerian PPN/ Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga mengatakan, workshop melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari masyarakat sipil, akademisi hingga industri.
"Workshop ini diharapkan dapat mengeluarkan hasil konkret sebagai masukan kepada Pemerintah dalam mempercepat pembangunan negara, khususnya di bidang kelautan dan perikanan," ujarnya saat memberikan keynote speech dalam pembukaan, Rabu.
Himawan menjelaskan, Indonesia tengah menyongsong peralihan konsepsi dan praktik ekonomi. Semula, praktik ekonomi bersifat tradisional kemudian diubah ke konsep pemanfaatan sumber daya laut untuk pertumbuhan sosial ekonomi serta berfokus pada keberlanjutan ekosistem laut.
Salah satu implementasi peralihan itu adalah meningkatkan pengelolaan perikanan WPP dengan menguatkan stok data perikanan dan kelembagaan di dalamnya. "Sebab, dengan luas laut mencapai 70 persen dari total luas wilayah, pengelolaan laut tidak dapat dikendalikan secara sentralistik," ucap Himawan.
Penentuan arah kebijakan WPP ini dimuat dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, khususnya pada Agenda Pembangunan Ketahanan Ekonomi. Di dalamnya, terdapat Program Prioritas Nasional mengenai Pengelolaan Kelautan dan Kemaritiman.
WPP Indonesia sendiri terbagi dalam 11 wilayah. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 1/2009 tentang WPP Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan Permen KP Nomor 18/2014 tentang WPPNRI.
Wilayah ini merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk aktivitas utama. Di antaranya, penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan lainnya.
Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti mengatakan, dalam lima tahun ke depan, pemerintah akan mencari contoh-contoh wilayah yang sekiranya dapat merepresentasikan 11 WPP tersebut. “Daerah ini nantinya kita fokuskan sebagai pilot project,” ucapnya.
Tapi, Sri masih belum dapat menyebutkan daerah yang memiliki potensi besar sebagai perwakilan WPP. Ia masih harus menyusun kriteria detail dan calon-calon daerah yang ditunjuk bersama pemangku kepentingan lain.
Setidaknya ada lima strategi yang dibangun dalam pengelolaan perikanan berbasis WPP. Pertama, Meningkatkan ekosistem kelautan dan pemanfaatan jasa kelautan. Kedua, penataan ruang laut dan rencana zonasi pesisir.
Ketiga, meningkatkan produksi, produktivitas, standarisasi, mutu dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan. Keempat, meningkatkan fasilitasi usaha, pembiayaan, perlindungan usaha, dan akses pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan skala kecil. Lima, meningkatkan SDM dan riset kemaritiman dan kelautan serta database kelautan dan perikanan.
Sri mengatakan, pemerintah pusat juga akan meningkatkan kewenangan dari stakeholder di tingkat daerah. Khususnya pemerintah daerah yang memang lebih memahami keunikan sumber daya perikanan dan kelautan di tiap daerah.
Selain itu, Sri menambahkan, pihaknya juga melibatkan akademisi dan para ahli di tingkat provinsi ataupun kota/ kabupaten. Hal ini seiring dengan arahan kebijakan perikanan dan kelautan yang ingin berbasis data. "KIta libatkan universitas dan badan riset lokal untuk mengidentifikasi daya dukung dari sumber daya ikan di daerah mereka," ucapnya.