REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Masyarakat Adat Puncak, Chaidir Rusli menyatakan, tak sependapat dengan usulan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk membuat cabel car atau kereta gantung di jalur Puncak, mulai dari Taman Safari sampai Gadog. Chaidir menilai cabel car tidak dapat berjalan secara efektif untuk mengurai kemacetan.
Chaidir menjelaskan, Pemkab Bogor harus dapat mempertimbangkan usulan yang diberikan BPTJ. Dia meminta, agar semua pihak juga turut dilibatkan dalam upaya untuk mengurai kemacetan di jalur puncak.
"Kalo cabel car itu sepertinya kurang efektif. Sebaiknya di kaji lagi itu. Kita perlu duduk bareng, stakeholder dilibatkan semua lagi," kata Chaidir.
Dia menjelaskan, pihaknya telah mengusulkan dua opsi untuk mengatasi jalur Puncak. Pada tahun 2017, pihaknya telah mengusulkan dua opsi.
Pertama, menurut dia, mengatasi titik bottle neck atau penyempitan jalan seperti di Pasar Cisarua hingga Simpang Megamendung. Dengan begitu, penumpukan kendaraan dapat diatasi.
"Di bottle neck Gadog, kan jalannya terlalu sempit. Itu ada trotoarnya. Itu seharusnya segera di hancurkan dan dilebarin. Bottle neck itu diatasi dulu," jelasnya.
Chaidir mengatakan, uji coba sistem 2-1 yang sudah dua kali dilakukan. Menurutnya, upaya tersebut masih gagal karena adanya penyempitan jalan.
"Niatan ok, tapi tetep tidak efektif karena penyempitan jalan itu tadi," jelas Chaidir.
Kedua, menurut Chaidir, pembangunan jalur alternatif (di Desa Pasir Muncang) Lingkar Utara dan Selatan untuk dilebarkan. Dia meminta, agar jalan dapat dilintasi minimal bus berukuran 3/4.
"Dilanjutkan kembali pelebaran jalur lingkar utara dan selatan itu kan lebarnya kurang dari 4 meter. Minimal bus-bus kecil bisa lewat sana," katanya.
Selain itu, Chaidir menyatakan keterlibatan pemerintah pusat dalam mengatasi jalur Puncak. Dia menyatakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga harus dilibatkan.
"Yang dilibatkan itu Kementrian PUPR bukan Kementrian Perhubungan saja karena mereka hanya rekayasa lalu lintas," jelasnya.