Rabu 11 Dec 2019 19:01 WIB

Renungan Hidup Film Rembulan Tenggelam di Wajahmu

Film Rembulan Tenggelam di Wajahmu diangkat dari novel karya Tere Liye.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Kru dan pemeran film Rembulan Tenggelam di Wajahmu.
Foto: Shelbi Asrianti/Republika
Kru dan pemeran film Rembulan Tenggelam di Wajahmu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ray (Arifin Putra) terbangun kaget dari tempat tidurnya di kamar rumah sakit. Pria yang sedang sakit keras itu tercengang dengan kemunculan tiba-tiba sosok berwajah teduh (Cornelio Sunny) yang mengajaknya berbincang.

Tiba-tiba saja, sosok itu membawa Ray menembus ruang waktu, menyusuri kembali masa lalu. Ray menonton dirinya sendiri bergulat melawan kehidupan. Pengalaman itu perlahan menjawab pertanyaan tentang hidup yang kerap dilontarkan Ray kepada Tuhan.

Baca Juga

Film Rembulan Tenggelam di Wajahmu mengajak penonton merenungi hidup. Betapa banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak manusia selama menjalani takdir Tuhan. Sama seperti tokoh Ray yang menjalani kegetiran hidup seraya mempertanyakan keadilan.

Sinema produksi MAX Pictures ini mengadaptasi novel Tere Liye berjudul sama. Tema yang diusung memang cukup berat. Jalinan konflik berlapis sepanjang 92 menit durasi akan sukar dipahami penonton jika tidak memusatkan perhatian penuh pada dialog serta adegan.

Sutradara Danial Rifki menghadirkan konflik tersebut dalam nuansa gelap dan remang. Alur cerita saat Ray remaja mendapat perlakuan sangat buruk di panti asuhan hingga mulai menemukan di rumah singgah lain, dia kemas dalam penyutradaraan noir.

Untuk menyesuaikan dengan sasaran penonton 13 tahun ke atas, film menghadirkan deretan aktor muda. Bio One memerankan sosok Ray muda. Teman-teman Ray di panti asuhan dan rumah singgah diperankan oleh Yudha Keling, Ari Irham, dan Teuku Rizky.

Kehadiran Yudha yang merupakan komedian tunggal menyuntikkan sedikit kelucuan. Begitu juga Rizky eks CJR yang dikisahkan sebagai remaja dengan suara merdu. Ada beberapa adegan yang menunjukkan dia bernyanyi, yang salah satu tembangnya menjadi lagu tema film.

Sayangnya, cerita memikat dalam bentuk novel tidak selalu berhasil dituangkan ke film. Kalimat filosofis yang nikmat diresapi pembaca buku nyatanya terdengar kurang nyaman kala disampaikan oleh para tokoh dalam film ini.

Hal paling mengganggu adalah efek CGI yang terlihat kurang mulus, mulai dari rembulan yang menggantung di langit, menara air, dan latar suram pada kota. Paling tidak, film punya niat baik mengajak penonton untuk berkontemplasi dan bersyukur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement