REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Upaya hukum yang dilakukan Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip), Prof Suteki atas pencopotan jabatannya mentah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang menolak gugatan yang dialamatkan kepada Rektor Undip terkait dengan pencopotan jabatannya di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terbesar di Jawa Tengah tersebut.
Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda putusan atas gugatan Prof Suteki kepada Rektor Undip, yang digelar di PTUN Semarang, Rabu (11/12) siang.
Dalam persidangan ini, Majelis Hakim PTUN Semarang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sofyan Iskandar menegaskan tidak ada yang salah dengan penerbitan SK Rektor Undip atas pencopotan Suteki.
“Karena itu, Majelis Hakim PTUN Semarang menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” kata Sofyan Iskandar dalam amar putusannya.
Ia juga menjelaskan, menurut majelis hakim, penerbitan berkaitan dengan Surat Keputusan Nomor 586/UN7.P/KP/2018 tentang pemberhentian Suteki dari jabatan Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum (FH) Undip sudah sesuai dengan Tata Usaha Negara.
Surat Keputusan Rektor Undip tersebut, lanjutnya, lahir dari hasil pemeriksaan tim yang dibentuk untuk menangani dugaan pelanggaran disiplin, yang dilakukan oleh dosen pengajar Pancasila tersebut.
Pemeriksaan yang dilaksanakan pada Juni 2018 tersebut dilakukan, setelah Prof Suteki menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Mahlamah Konstitusi (MK) dan dianggap sebagai pelanggaran berat.
Dari hasil pemeriksaan terhadap Suteki tersebut, Rektor Undip kemudian menerbitkan Surat Keputusan dan mencopot Suteki dari jabatan Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum Undip.
Rektor Undip berhak menerbitkan surat keputusan berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan tersebut. “Selain itu, surat keputusan tersebut merupakan produk hukum Tata Negara yang diterbitkan sesuai prosedur,” jelasnya.
Hal lain yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim, lanjut Sofyan Iskandar, pencopotan Suteki dari jabatannya tersebut merupakan bentuk pembinaan yang dilakukam oleh pimpinan Undip.
Maka atas putusan tersebut, ia pun mempersilakan penggugat maupun tergugat yang tidak puas untuk mengajukan banding dalam waktu –maksimal-- 14 hari setelah putusan atas gugatan ini dibacakan.
Menanggapi putusan Majelis Hakim PTUN Semarang ini, Suteki mengaku kecewa dan masih akan melakukan upaya banding. Ia menganggap putusan Hakim PTUN Semarang tidak mempertimbangkan kesesuaian antara tuduhan dengan sanksi dalam satu landasan hukum. Ia menganggap sanksi yang diputuskan tidak sesuai dengan substansi hukum yang dituduhkan kepadanya. “Maka saya akan banding,” katanya.