REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memperkirakan sejumlah tantangan akan dihadapi perseroan khususnya pembiayaan properti pada tahun depan. Apalagi ketidakpastian ekonomi global masih menghadang sektor properti di Indonesia.
Direktur Finance, Planning & Treasury BTN Nixon L P Napitupulu mengatakan saat ini perbankan bersikap hati-hati menghadapi tantangan likuiditas dan tekanan kredit bermasalah.
“Ancaman resesi ekonomi global masih menghadang sektor properti. Kami (perbankan) pada umumnya bersikap hati-hati menghadapinya,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (12/12).
Namun, menurutnya, sejumlah insentif yang diberikan pemerintah seperti kuota bantuan pembiayaan rumah, insentif perpajakan hingga penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dan pelonggaran Loan to Value (LTV) masih mampu mendorong sektor properti tumbuh signifkan pada tahun depan.
“Laju pertumbuhan kredit termasuk untuk sektor properti kami proyeksikan hanya akan tumbuh single digit,” ucapnya.
Nixon menilai pertumbuhan kredit properti seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi maupun non subsidi, serta kredit agunan rumah dan kredit pembangunan rumah akan tumbuh single digit karena anggaran pemerintah untuk subsidi perumahan yang terbatas.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyatakan APBN menganggarkan Rp 11 triliun memfasilitasi subsidi pembiayan 102.500 unit pada tahun depan. Jumlah unit rumah yang dapat mendapat subsidi tersebut lebih rendah dari tahun lalu sebesar 280 ribu unit dan tahun ini sebesar 162 ribu unit.
“Pembiayaan perumahan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam penyediaan perumahan. Saat ini APBN memberikan porsi yang tidak banyak atau kurang dari dua persen, jadi pertumbuhan KPR subsidi sangat terkatrol dengan APBN. Namun ke depan, kehadiran BP Tabungan Perumahan Rakyat bisa menjadi harapan bagi industri properti,” ucapnya.
Nixon memastikan kontribusi BTN terhadap Program Sejuta Rumah tetap tinggi meski alokasi APBN tidak selalu meningkat. Berdasarkan catatan BTN, sejak 2015 ketika program tersebut bergulir, BTN telah menyalurkan pembiayaan untuk sekitar 3,10 juta unit ke KPR subsidi maupun non subsidi.
Kendati pertumbuhan KPR subsidi akan berkontraksi, Nixon menilai peluang KPR masih dapat tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan kredit yang cukup besar khususnya segmen KPR Non Subsidi. Pada ceruk ini, KPR non subsidi bisa tumbuh kisaran 10 persen-12 persen atau menyamai pertumbuhan kredit secara umum yang ditarget oleh Bank Indonesia pada 2020 karena banyak faktor yang mendukung.
Nixon menjelaskan ada empat faktor utama yang akan mendorong pertumbuhan KPR non subsidi. Pertama, tumbuhnya kelas emerging affluent, yang diperkirakan mencapai kurang lebih 125 juta orang pada tahun depan dan memiliki daya beli yang besar.
“Mayoritasnya diprediksi adalah generasi milenial,” ucapnya.
Kedua, penerapan pelonggaran LTV oleh Bank Indonesia yang berlaku mulai Desember 2020, kemungkinan akan berdampak pada tahun depan. Ketiga, akan selesainya proyek-proyek infrastruktur transportasi yang akan meningkatkan permintaan perumahan di kawasan Transit Oriented Development (TOD).
Keempat, faktor yang terakhir pemberian insentif perpajakan oleh Kementerian Keuangan terkait pajak pertambahan nilai (PPN). Insentif tersebut merupakan peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sederhana sesuai daerahnya, pembebasan PPN atas rumah atau bangunan korban bencana alam, peningkatan batasan hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM dari Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar menjadi Rp 30 miliar dan penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari tarif lima persen menjadi satu persen serta simplifikasi prosedur PPh penjualan tanah atau bangunan dari 15 hari menjadi tiga hari.
“Bersaing ceruk KPR non subsidi sangat ketat karena kita bersaing dari sisi cost of fund. Untuk itu BTN akan meraih sumber pendanaan jangka panjang sekitar 15 tahun atau lebih, sehingga dapat membuat skema KPR yang cicilannya makin terjangkau,” ucapnya.
Tak hanya itu, Nixon melanjutkan perseroan akan mempersiapkan pendanaan jangka panjang yang mumpuni sekaligus meracik program KPR baru yang akan memperkuat segmen bisnis BTN yang lain seperti tabungan dan transaksi perbankan.
“Generasi milenial menjadi sasaran utama. Namun bukan berarti kita tidak menggali potensi generasi lain karena kami akan menggunakan Big Data Analytic untuk meracik produk atau layanan perbankan yang sesuai dengan karakter nasabah kami baik KPR atau non KPR,” jelasnya.
Nixon menambahkan proyeksi pertumbuhan pembiayaan perumahan pada tahun depan tidak lepas dari kinerja tahun ini. Nixon menjelaskan beberapa hal terkait adanya tren penurunan Indeks Harga Perumahan atau House Price Index BTN hasil riset dari Housing Finance Center (HFC) BTN.
Per September 2019, HPI BTN secara nasional tercatat sebesar 167,19 dan mencetak angka pertumbuhan hanya sebesar 5,74 persen terendah dalam lima tahun terakhir, sekitar empat tahun sebelumnya dalam periode yang sama, HPI mencetak pertumbuhan sebesar 7,26 persen pada tahun lalu, 6,74 persen pada 2017 dan 9,75 persen pada 2016 dan 13,34 persen pada 2015.