Kamis 12 Dec 2019 23:24 WIB

Faktor Ini Bisa Jadi Ancaman Indonesia Saat Ini

Pontjo menilai hilangnya rasa kebangsaan bisa menjadi ancaman bagi Indonesia

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo (kanan) dan Ketua DPR sekaligus Ketua Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesatyo (kedua kiri) membuka Jambore Kebangsaan Bela Negara FKPPI di Jakarta, Jumat (7/12/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo (kanan) dan Ketua DPR sekaligus Ketua Badan Bela Negara FKPPI Bambang Soesatyo (kedua kiri) membuka Jambore Kebangsaan Bela Negara FKPPI di Jakarta, Jumat (7/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, Para pakar dan praktisi pendidikan nasional mengingatkan pemerintah agar tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur dan penguatan ekonomi semata. Pun, proses pendidikan di generasi  muda diharapkan tidak hanya berpaku pada tolok ukur kuantitas dan penguasaan kompetensi saja.

“Kita bisa melihat sejarah dunia. Tidak sedikit negara yang kekuatan ekonominya adidaya, tingkat kesejahteraan warganya sangat tinggi, masyarakatnya pintar-pintar, militernya kuat, tapi tetap saja mereka bubar. Contohnya Uni Soviet. Itu artinya capaian ekonomi, penguasaan kompetensi hingga kekuatan militer itu penting, tapi bukan yang utama. Lalu yang utama apa? Rasa dan semangat kebangsaan,” ujar Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo, berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/12).

DIskusi tersebut diselenggarakan atas kerjasama Aliansi Kebangsaan, Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) dan Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri (FKPPI).

Secara lebih mendalam, Pontjo menyebut bahwa semangat kebangsaan dapat diartikan sebagai dorongan dan semangat warga negara untuk hidup bersama dalam lingkup sebuah bangsa dan negara. Semangat inilah yang bila berkaca pada realitas di masyarakat yang terjadi saat ini dalam pandangan Pontjo sudah sangat memprihatinkan.

“Dalam kehidupan politik dewasa ini kita sudah bisa melihat sinyal-sinyal bahwa semangat hidup bersama itu sudah sangat tergerus. Masing-masing kelompok merasa dirinya paling benar, paling penting. Lalu kelompok lain dianggap nggak penting. Kalau sinyal-sinyal seperti ini dibiarkan, maka lama-lama negara dianggap tidak perlu lagi ada. Semua mau hidup sendiri-sendiri saja. Perekat kebangsaannya sudah hilang. Ini yang terjadi di (Uni) Soviet,” tutur Pontjo.

Tak hanya semangat kebangsaan, tugas pendidikan juga adalah membentuk warga-warga negara yang unggul dan siap setiap saat membela bangsanya di tengah ekosistem dunia. Pontjo mengibaratkan dalam sebuah pasukan militer, di mana kuat atau lemahnya pasukan tersebut akan sangat ditentukan oleh kualitas para prajurit yang tergabung di dalamnya.

“Jangan hanya memposisikan individu-individu dalam negara itu semata-mata sebagai penduduk, tapi lebih pada seorang warga negara. Seperti arti katanya sendiri, seorang penduduk semata-mata hanya orang yang menduduki atau menempati wilayah sebuah teritori kenegaraan. Dia sifatnya pasif. Tapi kalau warga negara lebih menekankan bahwa masing-masing individu yang berkumpul dalam satu negara itu punya kewajiban untuk membela negaranya setiap saat ketika dibutuhkan,” sahut Juru Bicara YSNB, Bambang Pharma, dalam kesempatan yang sama.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement