Kamis 12 Dec 2019 23:50 WIB

Islah PPP Kunci Penting Hadapi Pemilu 2024 Mendatang

Islah PPP harus meleburkan dualisme kepemimpinan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Nashih Nashrullah
 Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Prayogi
Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum DPP PPP Muktamar Jakarta, Humprhey Djemat, mendorong PPP benar-benar bersatu atau islah secara bermartabat. Islah itu menurutnya diperlukan untuk menghadapi Pemilu 2024 agar PPP bisa bertahan dan kuat.

"Islah yang dimaksud yang bermartabat dan juga islah yang menyatukan PPP menjadi kuat, bukan islah-islahan. Itu harus kita bedakan," kata Humphrey di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (12/12).

Baca Juga

Humphrey mempertanyakan klaim para petinggi PPP yang menyatakan dualisme PPP sudah berakhir. Sementara itu, belum lama ini PPP Muktamar Jakarta baru saja menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) dengan 34 DPW PPP.

Menurut Humphrey, hal ini membuktikan PPP pecah bukan hanya di tingkat elite, melainkan sampai tingkat bawah arau DPW. Maka itu, keadaan tersebut dinilai Humphrey belum bisa dikatakan sudah islah.

"Makanya terus terang, saya bilang hasil Pemilu 2019 ini tanpa menyalahkan siapa-siapa, kita jadi bahan instropeksi untuk menyatukan PPP," ujar Humphrey, merujuk hasil PPP di Pemilu 2019 yang menurun dari pemilu sebelumnya.  

Dia menilai penyebab turunnya suara PPP karena masih ada konflik internal, imbas dualisme yang tercipta 2016 silam. Humphrey meyakini, PPP akan kuat bila dualisme benar benar dihilangkan. 

Dia menilai PPP harus lebih menyatu dan saling memperkuat kedepannya. "Kita harus semua elemen di PPP, baik Mukatamar Jakarta yang saya pimpin, dan Muktamar Pondok Gede yang dipimpin Suharso, mulai berhubungan dan berkomunikasi serta mulai mempersiapkan diri melakukan Muktamar bersama dan bermartabat," katanya.

Di kesempatan yang sama, pengamat politik LIPI, Siti Zuhro menilai partai politik dihadapkan pada masalah pelembagaan yang cukup serius karena dalam konteks Pileg dan Pilpres. Terlebih, antusiasme dukungan rakyat sejak Pemilu 1999 sampai Pemilu 2019 cenderung fluktuatif dan tidak sama.

Menurut dia, dinamika partai kerap diwarnai konflik internal, bahkan ada yang berujung pada "pembelahan" parpol. PPP salah satunya. Dia mengatakan, rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol karena partai masih mempraktekkan sistem patronase, kolutisme, nepotisme dan kekerabatan.

Siti menilai proses pelembagaan partai politik merupakan salah satu agenda penting dalam jangka panjang untuk membangun sistem dan kehidupan kepartaian yang lebih demokratis dan berkualitas.

Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi menegaskan bahwa tak ada lagi perpecahan di partainya. Dualisme yang terjadi di PPP, diakui Baidowi justru merugikan partai berlambang Ka'bah itu. Bahkan dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019, PPP hanya mendapatkan 19 kursi di DPR RI.

"Lima tahun terakhir ini memberi pelajaran berharga bagi kita semua bahwa konflik itu tidak menguntungkan dari kacamata apapun," ujar Baidowi di kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta, Rabu (11/12).

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement