REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menjelaskan perbedaan antara Tradisi Pencak Silat indonesia dengan Silat Malaysia yang pada saat bersamaan telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO-PBB) pada Kamis (12/12).
Hilmar Farid mengatakan apa yang diakui UNESCO itu dua hal berbeda. Tradisi Pencak Silat yang diajukan Indonesia lebih kepada nilai-nilai budaya yang lebih luas, seperti seni, filosofi hidup, nilai spiritual dan juga sebagai bela diri. Sedangkan silat yang diajukan oleh Malaysia lebih kepada silat sebagai bela diri dan olahraga.
"Apa yang diajukan Indonesia dan Malaysia adalah dua hal yang berbeda. Perbedaannya Malaysia fokus pada seni bela diri. Kalau yang diajukan Indonesia, bela diri menjadi salah satu komponen di dalamnya. Tetapi sebenarnya terdapat kebudayaaan lebih luas. Tidak hanya bela diri, tetapi juga dari gerak dan musik," kata Hilmar saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Tradisi pencak silat yang diajukan oleh Indonesia adalah cara masyarakat Indonesia secara turun-menurun membentuk pengendalian diri melalui silat. Hilmar berpendapat pengendalian diri melalui silat tak ubahnya seperti pembangunan karakter.
Hal-hal yang diusung Indonesia dan Malaysia sebenarnya sah saja. Dia pun mengingatkan masyarakat agar tidak terlalu risau soal perbedaan itu. Hal terpenting adalah upaya pelestarian yang lebih tinggi terhadap tradisi pencak silat.
Dia mengatakan ditetapkannya Tradisi Pencak Silat sebagai warisan tak benda UNESCO, bukan berarti hal itu menjadi hak cipta Indonesia. Negara lain tetap dapat menggunakannya. Apalagi Malaysia juga serumpun dengan Indonesia yang juga memiliki tradisi silat.
Sebelum mengajukan ke UNESCO, sebenarnya Indonesia telah mengajak Malaysia untuk mengajukan silat sebagai warisan tak benda dunia bersama-sama, seperti saat keduanya mengajukan pantun ke UNESCO. Namun karena perbedaan pandangan maka kedua negara akhirnya mengajukan sendiri-sendiri.
"Ini adalah usulan masyarakat Indonesia. Jadi pemilikinya adalah masyatakat Indonesia. Ini bukan hak cipta bahwa silat milik Indonesia. Lebih tepatnya ini adalah pengakuan UNESCO terhadap tradisi pencak silat sebagai kontrobusi Indonesia kepada dunia dalam hal kemanusiaan," kata Hilmar.
Sementara itu, dari Masyarakat Pencak Silat Indonesia Wahdad M.Y mengatakan kata Pencak Silat sudah menjadi kesepakatan masyarakat Indonesia untuk menyebut seni bela diri yang banyak tersebar di Sumatera Barat, Melayu, Banten dan Jawa Barat itu.
"Ini adalah kata yang disepakati untuk menyebut seni bela diri tersebut. Setelah ini masuk daftar takbenda UNESCO maka kita harus melakukan strategi-strategi untuk pengembangan pencak silat," kata dia.