REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan program cetak sawah pada tahun 2020 sebesar 10 ribu hektare. Koalisi Rakyat dan Kedaulatan Pangan (KRKP) mengatakan, program cetak sawah kerap kali bermasalah karena pembangunan sawah baru tidak dilengkapi dengan infrastruktur penunjang.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat dan Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, pembangunan cetak sawah di Pulau Jawa relatif jauh dari masalah. Namun, cetak sawah yang dilakukan di luar Jawa kerap kali tak berkelanjutan akibat minimnya ketersediaan air dan kapasitas petani yang menggarap lahan baru. Alhasil, cetak sawah hanya sekedar angka luasan sawah baru yang dicatat oleh pemerintah.
"Cetak sawah seringkali tidak dibarengi dengan ketersediaan air. Contohnya di Desa Hewa, Flores Timur. Itu kejadian tahun 2018, dibuatkan irigasi tapi tidak ada air. Apakah cetak sawah itu sudah mempertimbangkan produksinya?" kata Said kepada Republika.co.id, Jumat (13/12).
Said menambahkan, perilaku masyarakat setempat juga perlu menjadi perhatian. Harus diakui, petani di Jawa jauh lebih mahir dalam membudidayakan tanaman padi. Oleh karena itu, masyarakat luar Jawa yang didorong menjadi petani untuk mengelola lahan sawah baru juga perlu mendapatkan bimbingan yang jelas. Sebab, jika tanpa pendampingan dipastikan lahan cetak sawah baru yang telah disediakan pemerintah tidak akan digunakan secara terus menerus.