Sabtu 14 Dec 2019 00:45 WIB

Pengusaha Tuna Harap Pemerintah Hapus Hambatan Dagang

Pengusaha tuna mengalami hambatan saat ekspor ke Eropa berupa biaya bea masuk.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kapal nelayan Larantuka berlayar di perairan Flores, NTT untuk memancing ikan Cakalang
Foto: Prayogi/Republika
Kapal nelayan Larantuka berlayar di perairan Flores, NTT untuk memancing ikan Cakalang

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- General Manager Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) Abdul Muis Sulaiman menyebutkan, tantangan terbesar industri perikanan tuna dan cakalang untuk ekspor adalah hambatan dagang di sejumlah negara. Salah satunya bea impor ke Eropa dan Amerika. 

Muis mencatat, ketika pengusaha ingin mengirimkan barang ke dua kawasan itu, mereka harus menambah biaya 14 hingga 20 persen untuk bea masuk ke sana. "Jadi, kita agak susah untuk menembus pasar sana (Amerika dan Eropa)," ujarnya ketika ditemui usai acara Workshop Perikanan Berkelanjutan di Badung, Bali, Kamis (12/12). 

Baca Juga

Dampaknya, Muis menambahkan, komoditas perikanan Indonesia menjadi kurang menarik bagi pasar internasional. Apalagi, negara lain seperti Vietnam dan Filipina sudah bebas bea masuk ke Amerika dan Eropa karena sudah melakukan joint agreement

Selama ini, Muis mengatakan, pengusaha lokal mengantisipasi tantangan tersebut dengan menyuplai produk ke Vietnam dan Filipina terlebih dahulu. Dengan begitu, supply di nelayan Indonesia dapat terserap ke pasar dan menghindari potensi penumpukan. "Karena, akses mereka (Vietnam dan Filipina) kan besar, terutama ke Uni Eropa," katanya. 

Muis berharap, pemerintah dapat memperluas kerja sama dan diplomasi perdagangan dengan negara-negara di Eropa maupun Amerika untuk memudahkan ekspor perikanan ke kawasan sana. Apalagi, potensi pasar di dua kawasan itu masih besar bagi produk perikanan Indonesia.

Eropa dan Amerika tidak dapat memproduksi perikanan sendiri, sementara tingkat permintaan masyarakat terhadap produk ikan terus meningkat. 

Inisiatif lain yang kini lagi dikejar pengusaha adalah mendapatkan sertifikasi ecolabel, yakni Marine Stewardship Council (MSC) dan Fair Trade. Muis mengatakan, sertifikat ini akan membuat produk Indonesia lebih mudah diterima di pasar negara maju. Industri pun berpotensi mendapatkan nilai tambah. 

Tapi, memang tidak mudah mendapatkan ecolabel. Untuk MSC saja, Muis menuturkan, dibutuhkan waktu delapan hingga 10 bulan dengan biaya sertifikasi di atas 100 dolar AS. "Fair Trade pun kurang lebih segitu," ucapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement