REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) kembali mengurangi hukuman terhadap terpidana korupsi. Kali ini, terhadap terpidana Samsu Umar Abdul Samiun, mantan bupati Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra). Penyuap dalam kasus korupsi mantan Hakim Konstitusi Akil Mukhtar tersebut, dikorting masa penjaranya menjadi cuma tiga tahun.
“Pidananya turun dari penjara selama tiga tahun sembilan bulan, menjadi penjara tiga tahun,” kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Republika, Jumat (13/12).
Putusan MA tersebut, setelah Majelis Hakim mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana Umar Samiun, dan diputus pada 12 Desember 2019. Ketua majelis dalam putusan tersebut, adalah Hakim Suhadi, bersama dua anggota, Hakim Eddy Army, dan Hakim Muhammad Askin
Umar Samiun, bupati Buton pada 2017. Tahun itu juga ia dinonaktifkan. Ia salah satu tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberian suap kepada Hakim Konstitusi Akil Mukhtar sebesar RP 1 miliar. Uang itu terkait sengketa perolehan suara Pilkada Buton 2011 di MK yang mengantarkan Umar Samiun menjadi bupati.
PN Tipikor Jakarta 2017, menyatakan politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut, terbukti bersalah dan dihukum penjara selama tiga tahun sembilan bulan.
Majelis PN Tipikor Jakarta, menguatkan sangkaan Jaksa KPK atas Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 20/2001 Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.
Namun pada April 2019 Umar Samiun mengajukan PK, dengan bukti baru ke MA. Andi menerangkan bukti baru ajuan terpidana, meyakinkan Hakim MA untuk mengabulkan upaya hukum luar biasa tersebut. Kata Andi, Majelis MA menilai, alasan terpidana Umar Samiun memberikan suap memang dinilai sebagai tindakan melawan hukum.
Namun, Andi menerangkan, Majelis MA menilai perbuatan tersebut karena adanya pengaruh dari orang lain. “Yang memperdaya dirinya (Umar Samiun) mentransfer uang sekitar dua tahun kemudian (setelah perkara di MK),” kata Andi.
Pun Majelis MA kata Andi, menilai benar pengakuan Umar Samiun dalam PK-nya, yang mengatakan baru mengetahui tujuan transfer tersebut, kepada Akil Mukhtar.
“Atas alasan tersebut, maka permohonan PK dari pemohon beralasan untuk dikabulkan MA,” terang Andi.
Andi menambahkan, putusan PK Majelis MA, Kamis (12/12) hanya mengurangi masa pidana penjara terhadap Umar Samiun. Namun tetap menguatkan putusan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta, dengan denda sebesar Rp 150 juta, atau kurungan pengganti selama tiga bulan.
Korting masa penjara para terpidana korupsi di MA, bukan sekali ini saja. Pekan lalu, MA juga mendiskon penjara Idrus Marham. Menteri Sosial2018 itu terpidana suap proyek PLTU Riau-1 yang semula dihukum lima tahun jadi dua tahun. Sebelum itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi, dengan pengurangan hukuman terhadap Annas Mamun, mantan gubernur Riau, terpidana suap perizinan kebun kelapa sawit, dari tujuh menjadi lima tahun penjara.
Terkait putusan PK MA tersebut, Umar Samiun, KPK belum mendapatkan salinan putusan lengkapnya. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, masih berkordinasi dengan Kehumasan MA untuk memastikan putusan tersebut.
“Salinan putusan PK terdakwa Umar Samiun belum kami terima. Mungkin masih dalam proses. Tetapi, KPK sudah berkordinasi dengan pihak MA,” terang dia. Namun Febri menerangkan, dari informasi sementara, KPK tetap meyakini, MA tetap menyatakan Umar Samiun terbukti melakukan tindak pidana korupsi, seperti yang didakwakan Jaksa KPK.