REPUBLIKA.CO.ID, LAGOS— Satu kelompok bersenjata, yang menculik beberapa petugas kemanusiaan di Nigeria timur laut lima bulan lalu, mengklaim bahwa mereka telah membunuh empat sandera. Pernyataan disampaikan Badan Bantuan Internasional Action Against Hunger, Jumat (13/12).
Pada Juli, enam orang diculik di dekat Kota Damasak, di Negara Bagian Borno, tempat gerilyawan Islam beroperasi.
Kelompok militan di Provinsi Afrika Barat (ISWAP), yang berpisah dari kelompok militan Boko Haram pelaku pemberontakan sejak 2009, telah menjadi kelompok garis keras yang dominan di wilayah tersebut.
Pemberontakan kelompok garis keras tersebut selama satu dekade telah menewaskan sekitar 30 ribu orang dan membuat dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Action Against Hunger (Aksi melawan Kelaparan) mengatakan salah satu karyawannya, dua pengemudi dan tiga pekerja kementerian kesehatan diculik. Pada September, badan kemanusiaan itu mengatakan salah satu sandera dibunuh.
Sementarpada Jumat, Action Against Hunger mengatakan kelompok garis keras itu mengklaim telah membunuh empat dari lima sandera yang tersisa.
"Aksi Melawan Kelaparan mengutuk pembunuhan terbaru ini sekeras-kerasnya dan sangat menyesalkan bahwa seruan kami agar para sandera dibebaskan tidak ditindaklanjuti," kata badan tersebut.
Organisasi itu menyerukan agar anggota stafnya yang masih ditahan, Grace, segera dibebaskan. Koordinator Kemanusiaan PBB di Nigeria, Edward Kallon, mengutuk pembunuhan tersebut. "Ini adalah hari yang menyedihkan bagi rakyat Nigeria dan komunitas kemanusiaan yang mendukung mereka," kata Kallon dalam sebuah pernyataan.
"Kekerasan terhadap aktor kemanusiaan membahayakan akses ke bantuan yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang terkena dampak konflik bersenjata," tambahnya.
Perserikatan Bangsa-bangsa telah menggambarkan situasi di Nigeriatimur laut sebagai salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Badan dunia itu memperkirakan ada sekitar tujuh juta orang yang membutuhkan bantuan.
Pernyataan PBB itu menyebutkan bahwa sudah tujuh petugas bantuan tewas sejak awal 2019. Mereka adalah bagian dari total 26 anggota staf PBB dan petugas bantuan yang telah kehilangan nyawa dalam konflik itu sejak 2011.