REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad berharap agar sebaiknya dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (dewas KPK) tidak dari kalangan mantan pimpinan KPK. Menurutnya, tidak ada jaminan mantan pimpinan KPK dapat bekerja sebagai dewas yang ideal.
"Sebaiknya dicari yang lain," kata Suparji kepada Republika, Senin (16/12).
Ia mengungkapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh calon dewas KPK. Pertama, ia berharap dewas KPK harus diisi oleh orang-orang yang sudah selesai dengan urusan privat.
"Sehingga tidak menjadikan dewas sebagai sarana mobilitas politik, ekonomi atau orientasi personal, kelompok atau golongannya," ujarnya.
Kemudian, ia menambahkan dewas KPK harus memiliki integritas, independensi, dan profesionalitas. Lalu diharapkan juga dewas KPK yang nantinya dipilih memiliki politicall will, politicall action, dan political commitment dalam memberantas korupsi tanpa diskriminasi.
Terakhir, ia mengatakan pemilihan dewas KPK diharapkan bukan karena bagi-bagi jabatan atau faktor kedekatan, melainkan karena faktor obyektifitas dan profesionalitas. Pada saat dewas KPK muncul, publik khawatir kehadiran dewas KPK justru mempersempit keleluasan KPK dalam memberantas kasus korupsi.
Menurutnya nama-nama dewas yang terpilih nantinya diharapkan bisa menepis keraguan itu. "Sekarang ini momentum untuk membuktikan komitmen presiden dalam memperkuat KPK dengan memilih figur-figur yang sesuai dengan kebutuhan penguatan KPK," ungkapnya.
Istana mengungkapkan bakal umumkan nama-nama dewan pengawas (dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 20 Desember 2019 mendatang. Menteri Sekretaris Negara Pratikno enggan mengkonfirmasi nama-nama siapa saja yang masuk dalam Dewan Pengawas tersebut.
"Ya namanya belum final kok masih proses terus, namanya kan belum di-keppres-kan belum ditandatangani, jadi nanti lihat tanggal 20 (Desember)," tambah Pratikno.