REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tetap akan menjalankan proyek pabrik gasifikasi batu bara bersama Pertamina. Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menjelaskan saat ini PTBA bersama Pertamina sudah menyelesaikan studi kelayakan.
Arviyan menjelaskan dari studi kelayakan yang dilakukan oleh kedua perusahaan pelat merah ini, proyek masih ekonomis. Hal ini sekaligus membantah anggapan bahwa proyek gasifikasi batu bara tidak ekonomis.
"Kami terus melanjutkan proyek gasifikasi batu bara. Feasibility Studi sudah selesai dilakukan," ujar Arviyan kepada Republika.co.id, Senin (16/12).
Arviyan juga menjelaskan proyek ini tetap ekonomis. Sebab, perusahaan memanfaatkan batu bara dengan kalori rendah yang sebenarnya selama ini tidak terserap dengan baik. Dengan diolah menjadi bentuk gasifikasi, perusahaan bisa memanfaatkan seluruh produksi dari pertambangan.
Direktur Utama Pertamina (Persero), Nicke Widyawati pun mengamini Arviyan. Ia mengatakan proyek tetap ekonomis karena keduanya akan menyepakati harga khusus untuk proyek ini.
Nicke menjelaskan harga batubara yang dipakai untuk proyek ini di bawah harga yang ada di pasar. "Seperti halnya, batu bara yang low range. Jadi kita bisa berhitung, enggak pakai formula yang selama ini digunakan," ujar Nicke.
Sebelumnya, rencana proyek gasifikasi batu bara ini dinilai tidak ekonomis karena investasi yang mahal dan harga batu bara yang masih mahal. Sebelumnya, Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat menjelaskan pihaknya sudah pernah bekerjasama dengan PT Bukit Asam untuk membangun gasifikasi batu bara di Tanjung Enim. Namun, proyek ini ternyata belum bisa terealisasi segera karena investasi yang besar membuat harga gas yang dihasilkan masih mahal.
"Kami melakukan studi untuk mengubah dari gas menggunakan batu bara. Di sumsel sudah ada kerja sama dengan PTBA buat gasifikasi. Tapi investasinya ini besar. Dan gas yang dikeluarkan gas itu besar harganya, di atas 8 dolar AS sampai 11 dolar AS, itu jadi tidak ekonomis," kata Asikin di Komisi VII DPR RI, Kamis (5/12).
Untuk itu, pasokan gas alam yang selama ini menjadi topangan industri pupuk masih dibutuhkan. Meski memang secara harga yang dipatok pemerintah maksimal enam dolar AS juga masih dinilai tinggi.