REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Juraidi menuturkan bila majelis taklim berjalan dengan baik tentu radikalisme tidak akan berkembang. Sebab, menurut dia masyarakat Muslim telah terbentengi.
"Saya pikir itu (hubungan PMA Majelis Taklim dengan radikalisme) nggak ada, cuma tentu saja kita berharap, Kementerian Agama ini kan bagian (yang mengurusi) agama, pasti akan menolak tentang radikalisme. Jadi secara otomatislah. Kalau majelis taklim itu makin bagus, radikalisme yang dikhawatirkan itu nggak akan berkembang, pasti akan terbentengi masyarakat kita," ujar dia, Senin (16/12).
Juraidi menyadari Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim itu telah menuai pro dan kontra. Namun, dia mengatakan hal ini tentu ada hikmahnya dan sudah selaiknya semua pihak memetik hikmah tersebut.
"Apa hikmahnya, orang makin memperhatikan majelis taklim," ujarnya.
Juraidi juga mengakui ada kalangan yang menganggap PMA itu seharusnya dicabut kembali. Hanya saja, dia menuturkan Kemenag hanya ingin melakukan perbaikan terhadap majelis taklim. Kemenag pun tidak terlalu berharap dengan terbitnya PMA ini majelis taklim kemudian didanai sepenuhnya oleh pemerintah.
"Tidak juga. Tapi ada peluang itu, karena kita juga paham tentang keterbatasan anggaran negara. Tapi tanpa itu majelis taklim sudah berjalan, cuma kita ingin memperbaiki," katanya.
Dengan demikian, majelis taklim bisa memenuhi persyaratan atau kriteria dari Kementerian Keuangan dalam menerima bantuan pendanaan. "Jadi andai ada bantuan, majelis taklim bisa mengaksesnya, mereka jadi punya catatan administrasi yang baik, bisa memenuhi persyaratan dari Kementerian Keuangan tentang persyaratan suatu lembaga agar bisa mengakses bantuan. Kalau kita biarkan, mereka tidak akan bisa mengkses itu," ujarnya.