REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kondisi defisit neraca perdagangan Indonesia pada November terus mendalam. Pada periode Januari sampai November 2019, nilai defisit adalah 3,11 miliar dolar AS. Sedangkan, pada Januari hingga Oktober 2019 baru mencapai 1,78 miliar dolar AS.
Kondisi itu terjadi di tengah kenaikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). Kepala BPS Suhariyanto mencatat, ICP Indonesia pada November adalah 63,26 dolar AS per barel, sedangkan Oktober masih di kisaran 59,82 dolar AS per barel.
"Peningkatan ini akan berpengaruh pada total nilai ekspor dan impor, terutama migas," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).
Suhariyanto menambahkan, ada juga beberapa komoditas non migas yang mengalami fluktuasi harga. Misalnya saja crude palm oil (CPO) dan karet yang naik masing-masing 15,6 persen dan 7,6 persen. Di sisi lain, batu bara mengalami penurunan 2,8 persen dibandingkan Oktober 2019.