REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Tayyep Erdogan mengancam akan menutup pangkalan udara Incirlik, tempat hulu nuklir Amerika Serikat (AS) berada. Ancaman ini sebagai tanggapan atas resolusi Senat AS yang mengakui pembunuhan 1,5 juta orang Armenia yang dilakukan Kekaisaran Ottoman sebagai genosida.
"Jika bagi kami diperlukan untuk mengambil langkah seperti itu, tentu kami memiliki otoritas. Jika hal ini dibutuhkan, bersama-sama dengan delegasi kami, kami akan menutup Incirlik jika diperlukan," kata Erdogan di stasiun televisi A Haber TV, Senin (16/12).
Ia menambahkan jika diperlukan Turki juga dapat menutup pangkalan radar Kürecik. Situs Global Security menulis Kürecik adalah pangkalan radar AN/TPY-2 yang terletak di Provinsi Malatya, selatan Turki.
Pangkalan radar ini didirikan pada 2012. Kürecik digunakan NATO sebagai peringatan awal serangan rudal balistik terhadap Eropa dan Israel. "Jika mereka mengancam kami dengan mengimplementasikan sanksi-sanksi, tentu kami akan membalas," kata Erdogan.
Turki mengecam langkah yang diloloskan Senat AS pekan lalu. Erdogan mengatakan Turki juga dapat meresponsnya dengan resolusi parlemen yang menyatakan pembunuhan masyarakat pribumi Amerika beberapa abad yang lalu sebagai genosida.
Pada pekan lalu senator-senator AS mendukung legislasi yang memberlakukan sanksi-sanksi kepada Turki atas pembelian sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. Mereka juga mengecam operasi militer Turki di Suriah.
Incirlik adalah pangkalan udara utama Angkatan Udara Turki yang berlokasi di luar kota Adana, sekitar 150 kilometer dari perbatasan Suriah. Sejak November 2011, Angkatan Udara AS telah menerbangkan pesawat tanpa awak atau drone dari pangkalan itu. Mereka juga menggunakannya untuk menggelar serangan udara terhadap pasukan bersenjata ISIS.
Hulu nuklir AS semasa Perang Dingin juga disimpan di sana. Tidak hanya AS, Angkatan Udara Inggris dan Arab Saudi juga pernah menggunakan pangkalan udara seluas 1.335 hektare tersebut.
Pemungutan suara Senat AS menekan pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengambil sikap yang lebih keras lagi terhadap Ankara. Langkah tersebut langsung dikecam oleh Turki.
Hingga kini pemerintah Trump belum memberlakukan sanksi apapun kepada Turki walaupun pada 2017 Trump sudah menandatangani mandat untuk memberikan sanksi kepada negara yang berbisnis dengan militer Rusia.
Di tengah memburuknya hubungan bilateral AS-Turki, Washington menahan Turki untuk membeli pesawat jet F-35. Padahal Turki juga terlibat dalam produksi pesawat siluman tersebut.
Penangguhan pembelian F-35 sebagai hukuman karena Turki membeli S-400. Dalam sebuah konferensi di Qatar Sabtu (14/12) lalu Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Turki tidak akan membatalkan transaksi S-400 dengan Rusia 'apapun konsekuensinya'.
House of Representative yang dikuasai Partai Demokrat sudah meloloskan resolusi genosida orang Armenia sejak Oktober lalu. Tapi setelah Trump bertemu dengan Erdogan, senator-senator dari Partai Republik berulang kali menghalangi pemungutan suara di Senat.
"Ini penghargaan untuk mengenang 1,5 juta korban #Genosida pertama di abad ke-20 dan langkah berani untuk mempromosikan agenda pencegahan. #JanganPernahLagi," cicit Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dalam bahasa Inggris pada Jumat (13/12) lalu.
Resolusi tersebut menegaskan kebijakan AS untuk memperingati genosida pembunuhan 1,5 juta warga Armenia yang dilakukan kekaisaran Ottoman dari 1915 sampai 1923. Pusat Kekaisaran Ottoman kini menjadi negara Turki.
Turki mengakui selama Perang Dunia I banyak warga Armenia yang tinggal di Kerajaan Ottoman terbunuh oleh tentara Ottoman. Tapi mereka membantah jumlah korban tewas yang diakui dunia, tuduhan pembunuhan itu dilakukan secara sistematis dan merupakan genosida.
Cavusoglu mengatakan keputusan itu sebagai 'pertunjukkan politik'. Sementara juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin mengatakan Turki sangat mengecam dan menolak langkah tersebut. Resolusi sifatnya tidak mengikat.
"Sejarah akan mencatat resolusi ini sebagai tindakan tidak bertanggung jawab dan tidak rasional yang dilakukan oleh beberapa anggota Kongres AS terhadap Turki," kata direktur komunikasi Turki Fahrettin Akun di media sosial Twitter.