REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Kabupaten Pangandaran terkenal dengan wisata pantainya. Tapi, selain itu ada beberapa tempat wisata yang tak kalah menarik untuk menghabiskan liburan akhir tahun di Pangandaran. Salah satunya adalah Cukang Taneuh atau Green Canyon. Lokasinya ada di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang.
Di sini, wisatawan bisa menikmati keindahan sungai dengan pemandangan sekitarnya yang menarik. Air yang jernih, pepohonan rimbun, tebing karst, air terjun kecil, hingga bebatuan yang tampak unik.
Salah satu yang harus dicoba wisatawan di Green Canyon adalah body rafting yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Guha Bau. Body rafting, merupakan kegiatan wisata unggulan yang menawarkan dua trek. Pertama adalah trek panjang dengan panjang jarak tempuh 10 kilometer. Kedua adalah trek pendek dengan jarak 5 kilometer.
Tiket untuk menikmati keseruan body rafting adalah Rp 225 ribu (trek panjang) dan Rp 200 ribu (trek pendek). Harga itu sudah mencakup perjalanan menggunakan mobil, perahu, makan, asuransi, dan tentu saja body rafting itu sendiri dengan pemandu berpengalaman.
Pemandangan Green Canyon.
Menurut Ketua BUMDes Guha Bau, Teten Sutanto, untuk body rafting ini, pesertanya minimal lima orang. Ini bisa satu kelompok atau digabung dengan peserta lain. "Waktu tempuhnya sendiri 4-5 jam untuk trek panjang dan 1,5-3 jam untuk trek pendek," ujar Teten kepada wartawan, Senin (16/12).
Menurut Teten, di sepanjang perjalanan, pengunjung akan berpetualang menyusuri sungai yang terlihat seolah hijau karena pantulan warna dedaunan. Tapi, air di sini benar-benar jernih dan menyegarkan. Pengunjung harus berenang hingga berjalan kaki melewati bebatuan.
Namun, kata dia, tak perlu khawatir jika tak bisa berenang. Sebab, setiap peserta dibekali pelampung, helm, sepatu karet, dan didampingi pemandu yang siap membantu jika sewaktu-waktu anda perlu bantuan.
Green Canyon sendiri, kata dia, kini jadi favorit wisatawan. Tahun lalu, pengunjung yang menikmati kegiatan body rafting menjadi 15 ribu orang. Hal itu berdampak positif untuk kegiatan ekonomi warga setempat. Bahkan, perputaran uangnya mencapai Rp2 miliar.
Kondisi itu, kata dia, berbanding terbalik dibanding sebelum Green Canyon jadi tempat wisata dan menyuguhkan body rafting. Jangankan jadi tempat wisata, warga setempat pun takut untuk masuk ke Green Canyon.
"Dulu sebelum jadi tempat wisata, bagi masyarakat di sini, Green Canyon itu adalah tempat angker. Tapi setelah jadi tempat wisata, secara perlahan mulai berkembang dan memberi manfaat bagi warga di sini," kata Teten.
BUMDes Guha Bau sendiri, kata dia, berusaha terus mengembangkan potensi wisata di Desa Kertayasa. Rencananya akan dibangun tempat pentas untuk menampilkan ragam kesenian khas daerah.
"Ke depan, kita juga akan mengembangkan Green Coral yang sekarang belum begitu dikelola karena kemarin kondisi sungainya tidak ada airnya akibat kemarau," kata Teten.
Menurut Teten, yang menarik berbagai pengembangan dan pengelolaan wisata oleh BUMDes Guha Bau sangat fokus pada pemberdayaan masyarakat. Mayoritas yang dilibatkan adalah para tenaga lokal alias warga setempat.
Hal itu, kata dia, memang berdampak pada lambatnya kemajuan karena tak ada investor luar yang masuk yang membuat warga setempat bisa tetap berdaya di daerahnya sendiri.
"Memang untuk progres terus terang saja (pengembangan wisata) di desa ini lambat. Tapi, kami punya keyakinan, walaupun lambat tapi insya Allah dengan keyakinan dan cita-cita yang besar kita, insya Allah bakal mampu," kata Teten seraya mengatakan, daripada bisnis wisatanya cepat tapi dengan kehadiran investor dan masyarakat hanya sebagai pembantu jadi lebih baik jadi pelaku walaupun lambat.