REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Grata Endah Werdaningtyas mengatakan, Indonesia akan terus meningkatkan kualitas dari pasukan perdamaian dunia (peace keeping operation/PKO) untuk PBB. Pada tahun depan, program itu akan tetap menjadi program prioritas nasional.
"Indonesia ingin terus mempertahankan posisi top 10 sebagai penyumbang PKO terbanyak di dunia," ujar Grata saat media briefing dengan wartawan di Jakarta, Senin (16/12).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengirim PKO terbanyak. Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 120 negara penyumbang pasukan perdamaian dunia, dengan jumlah 2.920 personel per 31 Oktober 2019. "Untuk mempertahankan posisi di 10 besar, caranya dengan membangun pengiriman pasukan yang bukan hanya dari segi kuantitasnya besar, tetapi juga berkualitas," kata Grata.
Dengan berkembangnya ancaman asimetris, PKO diharuskan memiliki kesadaran berdasarkan situasi yang dihadapi di lapangan, perlindungan terhadap warga sipil, serta tanggapan atas ancaman yang berasal dari non-negara termasuk penanggulangan terorisme. Oleh karenanya, kualitas akan dikedepankan untuk pasukan PKO.
Indonesia juga menginisiasi kerja sama co-deployment pasukan perdamaian dengan beberapa negara seperti Ethiopia dan Australia. Kerja sama tersebut dilakukan guna merespons turunnya jumlah anggaran pemeliharaan perdamaian PBB dari berbagai negara donor untuk membiayai pengiriman pasukan.
Pada Juli, Komite Kelima yang mengurus administrasi dan anggaran meminta Majelis Umum PBB untuk mengesahkan anggaran pemeliharaan perdamaian sebesar 6,51 miliar dolar AS untuk periode Juli 2019 hingga Juni 2020. Anggaran tersebut 1,8 persen lebih rendah dibandingkan permintaan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dan akan menutupi biaya 13 misi penjaga perdamaian, termasuk dana terkait untuk Pangkalan Logistik PBB di Brindisi, Italia, Pusat Layanan Regional di Entebbe, Uganda, serta catatan dukungan penjaga perdamaian.
Oleh karena anggaran yang berkurang, maka jumlah PKO juga bisa saja dikurangi. "Satu hal yang menyebabkan ini antara lain adalah turunnya juga anggaran kontribusi dari berbagai negara, yang tadinya sebagai donor untuk membiayai pengiriman misi perdamaian," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemenlu RI Febrian Ruddyard.
"Jadi ini berdampak kepada bahwa PBB harus mulai merasionalisasi jumlah pasukan yang dikirim sehingga bisa sesuai dengan anggaran yang dimiliki," ujarnya.