REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menargetkan mengerjakan sebanyak 50 Rancangan Undang-undang (RUU) sebagai prioritas untuk tahun 2020. Penetapan prioritas itu disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar di Ruang Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (17/12).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ibnu Multazam menyatakan, Penentuan 50 RUU Prioritas itu telah dibahas oleh Baleg bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menjadi perwakilan dari pemerintah, pada Kamis (5/12) lalu.
Dari 50 RUU tersebut, terdapat empat omnibus law yang menjadi prioritas tahun 2020. Tiga Omnibus Law itu yakni RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan/RUU tentang Kesehatan Nasional, RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Ibu Kota Negara.
Dalam 50 RUU prioritas 2020 itu, terdapat pula sejumlah RUU yang menjadi perhatian publik, di antaranya RUU Penghapusan Keekerasan Seksual (P-KS) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Pada periode sebelumnya, RUU P-KS dituntut sejumlah koalisi masyarakat agar segera disahkan. Namun, RUU tersebut terganjal sinkronisasi dengan RKUHP. Selain itu, Fraksi PKS juga menunjukkan resistensi. Sementara, RKUHP mengalami penolakan lantaran masih memuat pasal-pasal yang dinilai bermasalah
Sebanyak 50 RUU Prioritas tahun 2020 itu menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) selama lima tahun masa bakti DPR RI. Untuk tahun 2019 - 2024, terdapat 248 RUU yang ditarget DPR RI, yang juga turut diresmikan dalam rapat Paripurna pada Selasa (17/12) ini.
Dalam rencana lima tahun itu, masih ada sejumlah Omnibus Law yang ditarget rampung, di antaranya RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law). Omnibus Law tersebut menjadi sejumlah RUU yang diharapkan Presiden RI Joko Widodo agar diselesaikan, sebagai salah satu perwujudan misi reformasi hukum dan birokrasi.
Kendati demikian, sesaat sebelum disahkan, sejumlah interupsi muncul, salah satunya dari Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Ace Hasan Syadzilly. Ace menilai, ratusan RUU Prolegnas itu harus dikaji lebih dalam. Ace meminta, pendalaman itu harus diserahkan kepada komisi-komisi terkait.
"Maka terus terang saja, secara pribadi saya tidak terlalu yakin ini bisa diselesaikan. Karena kalau kita lihat poin-poin rancangan prolegnas ini ada yang perlu dikaji lebih. Supaya ini menyangkut akuntabilitas kita pertanggungjawaban kita kepada masyarakat," ujar dia.
Perubahan UU ASN diusulkan sebagai prioritas untuk memperbaiki nasib pegawai honorer, termasuk guru honorer.
UU ASN
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani mengutarakan pentingnya perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimasukkan ke pembahasan prioritas. Menurutnya, UU ASN selama ini menghalangi ribuan pegawai honorer orang di kementerian lembaga di pusat maupun daerah untuk diangkat menjadi ASN.
"Kami mengusulkan perubahan UU ASN tersebut masuk prioritas program legislasi nasional (Prolegnas)," kata Ahmad Muzani di Jakarta, Selasa (17/12).
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra itu berpendapat bahwa UU ASN yang berlaku saat ini tidak memberikan penghormatan dan penghargaan atas jasa baik pegawai honorer. Padahal, dia mengatakan, tidak sedikit dari mereka yang sudah puluhan tahun bekerja di kementerian dan lembaga.
Dia mengatakan, UU ASN yang berlaku sekarang ini memperlakukan pegawai honorer setara dengan mereka yang baru lulus dari perguruan tinggi. Akibatnya, sambung dia, para pegawai honorer sering kalah dalam tes penilaian masuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Muzani mengatakan, para pegawai honorer itu, walaupun sudah puluhan tahun bekerja tidak termasuk yang mendapat penghargaan oleh negara karena undang-undang tidak memungkinkan itu. Dia melanjutkan, maka ketika ada CPNS mereka maju seperti yang baru lulus dan kalau umurnya lewat tidak bisa jadi ASN.
"Akibatnya mereka menjadi honorer berpuluh-puluh tahun," kata Muzani lagi.
Dia mengatakan, adanya perubahan UU ASN untuk memprioritaskan pegawai honorer dalam CPNS. Mereka, dia melanjutkan, akan mendapatkan prioritas utama masuk ASN.
Dia mengatakan, saat ini terdapar ratusan ribu pegawai honorer ada di kementerian dan lembaga, di daerah-daerah, kantor kecamatan hingga kantor kelurahan. Lanjutnya, guru-guru honorer yang puluhan tahun mengabdi dengan gaji dua bulan sekali dengan jumlah yang sekedar memenuhi standar.
"Mereka inilah yang harus diangkat menjadi ASN," kata Wakil Ketua MPR RI tersebut.
Sampai kini, persoalan pengangkatan honorer K-2 memang masih menjadi masalah yang belum tertuntaskan. Sejumlah data menunjukkan ada satu juta lebih honorer di Indonesia dan diantaranya 716 ribu adalah guru.
Rapat paripurna DPR hari ini juga menyepakati 248 RUU masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas 2020-2024 sudah dibahas Baleg DPR dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Pembahasan dilakukan di awal bulan ini di DPR.
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan) disaksikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kiri) seusai Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/12/2019).
Fokus DPR
Ketua DPR RI Puan Maharani menilai DPR dan Pemerintah, perlu melakukan pemfokusan prioritas pada daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). "Terdapat 248 RUU yang masuk dalam Daftar Prolegnas 2020-2024 dan 50 RUU yang menjadi Rancangan Undang Undang Prioritas Tahun 2020. Jumlah tersebut merupakan target yang prestisius dan sekaligus menjadi tantangan bagi kita semua," kata Puan dalam pidato dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Puan mengatakan, produk legislasi yang dihasilkan pembentuk UU agar selalu berlandaskan pada Pancasila sebagai landasan filosofi, UUD 1945 sebagai landasan yuridis. Serta rasa keadilan dalam masyarakat sebagai landasan sosiologis.
Menurut dia, produk legislasi selain dapat memberikan kepastian hukum, juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
"Terkait dengan RUU yang dikategorikan sebagai omnibus law, yang merupakan hal baru bagi DPR maupun Pemerintah, diperlukan pembahasan yang komprehensif dan waktu yang cukup sehingga dapat menghasilkan produk legislasi yang solid dan berkualitas," ujarnya.
Selain itu menurut dia, terkait dengan RUU carry over, DPR dan Pemerintah perlu menyamakan persepsi terkait dengan mekanisme carry over dari RUU tersebut. Juga menetapkan cakupan mana dari RUU itu akan dilanjutkan atau materi apa saja yang perlu dikaji kembali.
Daftar 50 RUU Prioritas tahun 2020:
1. RUU tentang Keamanan dan Ketahan Siber
2. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
3. RUU tentang Pertanahan
4. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
5. RUU tentang RKHUP
6. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan
7. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
8. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
9. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalin dan Angkutan Jalan
10. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
11. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
12. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
13. RUU perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba
14. RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan
15. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
16. RUU tentang Perlindungan dan Bantuan Sosial
17. RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan
18. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungsn Industrial
19. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
20. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
21. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
22. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
23. RUU tentang Penyadapan
24. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
25. RUU tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila
26. RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
27. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
28. RUU tentang Sistem Perposan dan Logistik Nasional
29. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan/RUU tentang Kesehatan Nasional (omnibus law)
30. RUU tentang Kefarmasian
31. RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
32. RUU tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua
33. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat
34. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
35. RUU tentang Kependudukan dan Keluarga Nasional
36. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
37. RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak
38. RUU tentang Ketahanan Keluarga
39. RUU tentang Larangam Minuman Beralkohol
40. RUU tentang Profesi Psikologi
41. RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama
42. RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law)
43. RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian
44. RUU tentang Perlindungan Data Pribadi
45. RUU tentang perubaham atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
46. RUU tentang perubaham atas UU Nomor 34 Tahum 2004 tentang TNI
47. RUU tentang perubaham atas UU Nomor15 Tahun 2006 tentang BPK
48. RUU tentang Ibu Kota Negara (omnibus law)
49. RUU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
50. RUU tentang Daerah Kepulauan