REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Platform pembayaran digital, LinkAja fokus menggarap pasar yang belum banyak terjamah oleh teknologi. Salah satunya adalah golongan unbank dan underbank yang mayoritas berada di luar metropolitan.
Chief Operating Officer LinkAja, Haryati Lawidjaja menyampaikan salah satu caranya adalah menjadi penyedia layanan teknologi untuk bantuan sosial dari pemerintah ke masyarakat kecil. Distribusi bansos merupakan kolaborasi dengan Kemenko PMK dan TNP2K.
"Kami menggunakan metode pengenalan wajah untuk mendeteksi penerima bantuan," katanya saat media gathering di Kantor LinkAja, di Jakarta, Selasa (17/12).
Haryati menyampaikan kemudahan ini merupakan hasil dari teknologi image processing yang dikembangkan LinkAja. Awalnya, teknologi tersebut bertujuan memudahkan transaksi pembayaran. Namun ternyata berhasil untuk penyaluran bansos.
Teknologi ini dinilai memudahkan masyarakat kecil yang rata-rata tidak paham administrasi dan tidak familiar dengan sistem pin otoritasi perbankan. Dengan pengenalan wajah, masyarakat penerima bantuan hanya tinggal 'setor muka' untuk mencairkan bantuan.
Digitalisasi bansos tersebut juga merupakan salah satu cara meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat. Segmen unbank dan underbank dinilai terbantu dengan proses digital yang serba cepat dan mudah.
Presiden Direktur LinkAja, Danu Wicaksana mengatakan pada 2020 LinkAja akan tetap fokus di segmen mikro. Yakni mereka yang tidak punya akses ke layanan keuangan formal, mereka yang menyimpan uang di rumah, juga penerima bansos seperti BPNT, BOS, dan lainnya.
Saat ini bisnis tersebut telah merambah di 10 klaster kota. Pada 2020, jaringan klaster lokal akan dikembangkan jadi 35 klaster nasional, dengan fokus ke kota tier dua dan tiga, segmen mikro dan ultra mikro.
"Kami juga akan melakukannya sambil terus mendukung program pemerintah melalui bansos-bansos lainnya," katanya.