REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pihak berwenang Selandia Baru mengatakan, pihaknya akan mengurangi upaya pencarian dua korban yang masih hilang selepas erupsi gunung berapi di White Island. Menurut polisi, kedua korban mustahil ditemukan.
Korban meninggal dunia dari erupsi terdiri atas 16 orang. Enam jenazah berhasil dievakuasi pada Jumat pekan lalu. Sementara korban yang masih hilang diidentifikasi sebagai warga Australia Winona Langfod (17 tahun), dan satu orang pemandu wisata Selandia Baru, Hayden Marshall-Inman (40 tahun). Keduanya diyakini berada di perairan sekitar pulau.
"Kami belum menyerah, namun kami telah mencapai fase sudah mencapai perairan," ujar Komisaris Polisi Selandia Baru, Mike Clement seperti dikutip Channel News Asia, Rabu (18/12).
"Kami menunggu kebaikan alam semesta untuk memunculkan kedua (korban), mungkin atau tidak," ujarnya menambahkan.
Clement mengatakan, operasi pencarian kini akan dilanjutkan oleh petugas regional. Sementara, tim yang ditugaskan secara nasional akan kembali.
Menurutnya, dua korban yang hilang tersapu ke laut. Pasang surut di daerah itu sedemikian rupa sehingga jika tubuh di teluk, maka akan mencapai laut. Sampai pada akhirnya Clement memprediksi, mereka akan terbawa ke arah East Cape, ujung North Island.
Terdapat 47 orang di White Island pada saat erupsi Senin pekan lalu. Mereka di antaranya datang dari Australia, AS, Inggris, China, Jerman, Malaysia, dan Selandia Baru. Sebanyak 27 orang masih dirawat intensif di rumah sakit di Selandia Baru, dan Asutralia dengan luka bakar yang parah.
Setidaknya 12 dari 18 korban jiwa adalah warga Australia, sementara tiga lainnya adalah warga AS yang tinggal di Australia. Dua yang meninggal adalah warga Selandia Baru yang bekerja sebagai pemandu wisata di White Island, Selandia Baru yang paling aktif, juga dikenal sebagai Whakaari.
Pihak berwenang hingga kini masih menyelidiki alasan operator tur mengizinkan membawa wisatawan ke tepi gunung berapi hanya beberapa hari setelah para ilmuwan meningkatkan tingkat ancamannya. Kendati demikian, Perdana Menteri Jacinda Ardern memperingatkan pekan ini bahwa penyelidikan bisa memakan waktu hingga satu tahun.